Ribuan korban lumpur Lapindo yang berunjuk rasa di Kantor Gubernur
Jawa Timur di Jalan Pahlawan, Surabaya, Senin 28 November 2011, tak ada
yang merespons. Mereka, yang terdiri dari dua kelompok, menagih
pembayaran ganti rugi ke PT Lapindo Brantas.
Korban Lumpur Lapindo dari kelompok Paguyuban Renokenongo Menolak Kontrak (Pagarekontrak). Warga gabungan dari empat desa tersebut berada di dalam peta terdampak, Yakni Desa Jatirejo, Renokenongo, Siring, dan Desa Kedung Bendo.
Pembayaran ganti rugi terhadap mereka menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas. Korban lumpur Lapindo yang bergabung dalam Korban Lapindo Menggugat (KLM). Mereka merupakan warga Desa Gempolsari, Glagah Arum, Sentul, dan Desa Penataran. Korban lumpur Lapindo yang tidak masuk peta terdampak.
Massa dari dua kelompok mendesak
Gubernur Jawa Timur Soekarwo selaku anggota Dewan Pengarah Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) ikut bertanggung jawab atas
telantarnya proses ganti rugi tanah dan rumah mereka.
Massa
dari Sidoarjo menuju Surabaya mengendarai 25 truk bak terbuka dan
ratusan sepeda motor. Mereka hanya bisa menggelar mimbar terbuka di
depan gerbang kantor gubernur karena terhalang barikade kawat berduri
yang dipasang aparat kepolisian.
Massa Pagarekontrak mendesak
pemerintah segera melunasi ganti rugi yang hingga saat ini tak kunjung
dilunasi oleh Lapindo Brantas. "Padahal sesuai dengan Perpres 14 tahun
2007 ganti rugi harus lunas dalam waktu dua tahun," kata Pitanto,
koordinator Pagarekontrak.
Menurut Pitanto, sesuai dengan
Peraturan Presiden, ganti rugi dibayar dua tahap. Tahap pertama berupa
pembayaran 20 persen dan tahap kedua 80 persen. Pelunasan ganti rugi
tahap kedua seharusnya tuntas paling lambat dua tahun setelah pembayaran
tahap pertama.
Pembayaran tahap pertama telah dilakukan sejak
pertengahan tahun 2007. Seharusnya pembayaran tahap kedua rampung
pertengahan tahun 2009. Namun Lapindo berdalih mengalami krisis
keuangan.
PT Lapindo melalui anak perusahaanya PT Minarak Lapindo
Jaya hanya mampu membayar dengan cara mencicil Rp 15 juta per bulan.
Padahal pembayaran tahap kedua seharusnya dilakukan secara tunai.
Cicilan pun terhenti sejak tujuh bulan lalu.
Pitanto
menegaskan warga akan terus berunjuk rasa hingga ada kepastian kapan
ganti rugi bagi mereka dilunasi. Adapun Koordinator KLM, Misbakul Munir,
menjelaskan kawasan permukiman mereka terkena luberan lumpur setelah
tanggul penahan lumpur jebol pada 25 Desember 2010.
Akibatnya ratusan rumah warga terendam. "Kami menuntut ganti rugi atas kerusakan rumah kami,” tutur dia. Gubernur pun sudah menjanjikan ganti rugi, tapi hingga kini tak kunjung direalisasikan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.