Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Kamis, 31 Maret 2011

5 Tahun Semburan Lumpur Lapindo

5 tahun Musibah Lumpur Sidoarjo

  1. Lusi mulai menunjukkan model perkembangan dari mud volcano Bleduk Kuwu di Jawa Tengah, dimana semburan dengan Kick lumpur tanpa disertai aluran lumpur, namun diingat bahwa pada Lupsi masih lumpur panas.

  2. Kecepatan aliran sedimen lebih kecil dari kecepatan subsidence, sehingga terjadi perubahan dari pertumbuhan positif sebelumnya menjadi saat ini negatif, di citra satelit terjadi propagasi secara radial.

  3. Walaupun pada 31 Mei 2010 flow rate semburan relatif kecil ~ 5000 atau mendekati 0 m3/hari, namun fakta lapangan Lusi terus menari serimpi bergerak secara perlahan dengan pola tertentu.

  4. Pada 7 Mei saat dilakukan pemantauan sebelum naskah ini ditulis, di sebelah baratdaya Semburan Utama kembali muncul semburan baru, sebagaimana biasanya berevolusi dari bentuk bubble (gelembung), menjadi semburan dengan kick lumpur tanpa semburan uap, dan bila berlanjut akan dibarengi dengan semburan uap putih (akan dipantau).

  5. Para ahli kebumian dari manca negara saat ini sudah cenderung tidak mempermasalahkan lagi (diterima secara universal) bahwa keberadaan Lusi sebagai suatu Mud Volcano dari yang berkembang ribuan di dunia, yang merupakan remobilisasi lumpur bertekanan berlebih (over pressure) dari dalam bumi (interior Earth) ke permukaan bumi. 

  6. Sedangkan yang sejak kelahirannya yang lebih dipermasahkan oleh Para Ahli Kebumian sejagad adalah penyebab (causing) dan pemicu (trigering) dengan dua kelompok besar antara man-made mud volcano dipicu oleh pemboran eksplorasi atau natural-mud volcano dipicu gempabumi Yogyakarta yang mengaktifkan kembali Patahan Watukosek.

  7. Pengalaman sejarah Ilmu Kebumian terhadap suatu kontroversi sudah merupakan hal yang biasa. Contoh saat datangnya teori Plate Tectonics versus hipotesis Geosyncline, dimana pada akhirnya seiring perjalanan waktu (sekitar sepuluh tahun) dengan bukti-bukti baru yang meyakinkan akhirnya akan diterima secara universal salah satu diantaranya (atau perpaduan diantaranya). 
    Dalam contoh ini akhirnya tanpa suatu voting teori Plate Tectonics diterima oleh ahli kebumian untuk menjelaskan pengendali mekanisme asal-usul bumi dan proses tektonik dunia baru (new global tectonics), termasuk terbentuknya sumber daya alam tidak terbarukan (non-renewable resources) dan terjadinya bencana alam/geologi (natural/geological hazzard) seperti gempa bumi / tsunami, letusan gunung api, longsoran, dan mud volcano
    Dalam fenomena di atas tidak ada ahli kebumian yang merasa menang atau kalah, semuanya berlangsung dengan alami walupun memerlukan waktu sampai suatu kebenaran dianggap dapat diterima secara universal, setelah itu semuanya memasuki tahap implementasi PARADIGMA BARU TEKNONIK DUNIA BARU DENGAN PENGENDALI MEKANISME PLATE TECTONICS.

  8. Dari segi kebencanaan mud volcano Lusi sebagai paradigma baru Lusi 31 Mei 2010, dengan tanpa perubahan yang mendasar, maka potensi bahaya geologi (geohazard) yang ditimbulkan langsung semburan Lupsi relatif menurun. 
    Demikian dengan flow rate yang relatif kecil (tipe Bleduk Kuwu) maka potensi ancaman dari luapan lumpur panas yang langsung juga menurun. Dalam hal ini kekecualian adalah masih berpotensinya Tanggul Jebol karena akumulasi air yang ekstrim, namun biasanya Lumpur Padu sulit bergerak, kecuali lumpur encer dan fluida air di permukaan (lesson learns sejak tahun 2006). 

  9. Ke depan yang masih terus menjadi tantangan adalah deformasi geologi (geohazard) karena Danau Lusi telah terakumulasi sedimen Lusi yang relatif tebal pada daerah yang luas (sejak Juni 2006), sehingga masih menimbulkan efek beban (loading effect). 
    Karena itu tugas ke depan yang merupakan tantangan adalah bagaimana mengurangi akumulasi sedimen padu di Danau Lusi terutama sektor Barat, dalam hal ini menggunakan senjata yang ada Kapal Keruk.

  10. Hal yang cukup menggembirakan dari Paper Andreas dan Abidin H. yang dipresentasikan di Australia April 2010 disampaikan kecepatan subsidence Lusi sangat spektakuler mengalami penurunan, bila dibandingkan dengan kurun waktu 2006-2007.

  11. Bila kita melihat suatu realita bahwa LUSI merupakan mud volcano yang sedang dalam pengorganisasian menuju model Bleduk Kuwu, namun masih terus menari (masih sangat dinamis), sehingga penulis menilai suatu realitas bahwa LUPSI masih SULIT DIHENTIKAN. 

  12. Dalam kaitan bahwa MUD VOLCANO LUSI MASIH SULIT DIHENTIKAN, kita menyimak satu acuan nyata yang bisa digunakan sebagai pertimbangan : Ahli Kebumian Mark Tingay (2009) dari Asutralia yang sering menulis bersama ahli Mud Volcano Davier R (Durham UK) menyatakan Hanya Ada Satu Mud Volcano yang dihentikan yaitu di lepas pantai Brunei Darusalam, inipun memerlukan waktu 20 Tahun dan menggunakan 20 Relief Well.
  13. Davies R. yang sejak kelahiran Lupsi menjadi populer dengan diagram model perkembangan mud volcano Lusi yang beranggapan Lusi dipicu oleh kegiatan pemboran eksplorasi didekat lokasinya, yang sekaligus menyanggah Manzzini, A (2007) dengan teori Lusi dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta. 


(Atas) Karakteristik Mud Volcano Lupsi dan sekitarnya perhatikan daerah gunung yang asimetri dengan bagian utara melebar, dan berpropagasi ke selatan. Utara Pond Utama (biru muda) mengalami penukikan (subduksi) ke utara ke Pusat Semburan, sementara bagian selatan Danau makin ekspansi ke selatan.

Citra satelit CRISP dan ASTER DMCII dengan pengambilan hari yang berbeda untuk memperkuat fakta lapangan bahwa LUPSI MENARI SERIMPI terus bergerak dengan pola tertentu (dikendalikan patahan?).


(Atas) Gambaran operasi Kapal Keruk di P25 pasca banjir bandang yang membanjiri lumpur padu dingin, sebelumnya merupakan Basin dengan akumulasi air.


Banjir Bandang Lumpur pekat ke arah Basin P25, hanya dalam 1 malam permukaan lumpur naik 1,5 m kapal keruk karam di lautan lumpur.


Bawah, Postur dan Anatomi Gunung Lumpur dan Danau LUSI
Atas Semburan Ganda Lupsi dilihat dari utara (TAS) dicirikan puing-puing sisa bangunan warga yang telah dibanjiri lumpur. Akumulasi air meningkat karena lokasinya relatif jauh dari kawah.

Postur Umum Mud Volcano LUSI pada HUT ke 4 tahun (2006-2010), perhatikan aliran lumpur panas dari kawan dan kaldera ke lereng bawah sangat minim sesuai kondisi lapangan flow rate kecil, ada kick tanpa wave lumpur panas sehingga sesuai model Bleduk Kuwu


(Bawah) Semburan ganda dilihat dari baratlaut (Osaka), perhatikan sisa Osaka yang porak poranda dihantam Banjir Bandang even ke 2009, Lereng bawah telah menyentuh di bagian timurnya.


Semburan Ganda (double eruptions) melingkar Gunung Lusi 28 Mei 2010, 31 Mei semburan menjadi satu (lihat Citra CRISP 31 Mei 2010)
Lusi: Gejala alam atau kesalahan pengeboran ?

Selalu saja konflik dan issue Lusi hanya membahas masalah krusial diatas (siapa yang salah) karena berhubungan dengan ekonomi, berhubungan dengan moneter, dan menyangkut duwik dan lagi-lagi ujung-ujungnya ada pada kekuasaan. Iya looh, banyak yang lebih tertarik membahasa masalah kekuasaan dibanding masalah kesulitan dan tidak kuasanya manusia menghadapi gejala ini.

Gejala ini jelas menjadi sebuah fenomena alam yang unik yang baru sekali dilihat pertama kali di dunia. Sebuah peristiwa lahirnya gunung lumpur atau Mud Volcano. Kalau aku bilang seperti bisul yg dipecototin. Tentusaja kalau bisul itu didiamkan saja tanpa ditusuk juga akan meletus sendiri entah kapan.

Keputusan Menteri dan DPR bukan keputusan ilmiah !

Banyak yang terkaget-kaget ketika ada keputusan atu rekomendasi dari Menteri dan juga DPR tentang Lusi yang menyatakan bahwa Lusi merupakan gejala alam. Tentusaja banyak yang sontak kaget, diantaranya Walhi.

“looh apa saintis sudah sepakat bahwa itu merupakan kejadian alam ???”

“Apakah berarti semua yang berhubungan dengan kasus pengeboran jadi bebas hukum ???”

Kalau dirunut, sebenarnya secara ilmiah (sains) tidak ada keputusan bulat bahwa kejadian itu merupakan kejadian alam maupun kesalahan manusia, ini kajian secara ilmiah. Karena memang pada dasarnya penelitian atau kepastian ilmiah itu tidak selalu keputusan bulat.

Penemuan sains selalu merupakan sebuah keputusan atau pendapat sementara dan sangat parsial kalau dilihat dari sisi perjalanan waktu.

Lusi diputuskan secara politis ?

Semua keputusan Menteri ataupun DPR, apapun itu masalahnya, selalu dibuat berdasarkan politis. Walaupun institusi pendidikan dan dosen-dosen di UGM bilang anu, sedangkan dari ITB bilang itu, dan dari ITS bilang inu, selalu saja apa yang bapak ibu dosen katakan adalah kesimpulan dan hasil dari sebuah pengkajian, bukan sebuah keputusan. Dan semua kesimpulan dari hasil kajian dari beberapa Universitas tidak digunakan DPR maupun Menteri dalam mengambil keputusan (termasuk menteri teknologi sekalipun).

Hasil pengkajian ilmiah ini didasarkan pada data, didasarkan pada kajian ilmu, serta pengetahuan yang telah ada dan disepakati. Benar, seringkali science itu hanyalah sesuatu yang sudah disepakati oleh para ilmuwan. Jadi ilmiah atau tidakpun sebenarnya juga hanya kesepakatan atau lebih tepatnya hipotesa baru yang disusun berdasarkan data. Einstein ahli fisika deterministik yang pinternya kayak gitu saja masih ngga percaya sama teorinya Schrodinger yang menggunakan teori kuantum yang berupa probabilistik. Sampai-sampai Einstein mengatakan “Tuhan tidak bermain dadu“. Jelas kan, kalau saintistpun juga tidak satu pendapat saja. Dan masing-masing berguna pada porsinya.

Siapa yang bertanggung jawab ?

Membicarakan masalah tanggung jawab ini menyangkut masalah konsekuensi atas tindakan yang diperbuat. Ada institusi atau pihak lain yang membuat keputusan yaitu pengadilan, ini untuk memutuskan kasus hukum. Pengadilan bukan memutuskan kaidah science dibalik kejadian, bukan memutuskan apakah Lusi akibat pengeboran atau hanya akibat peristiwa alam saja (misalnya gempa). Pengadilan akan memutuskan siapa yang ebrsalah dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

Contoh bencana yang menggeret seseorang ke pengadilan : Ketika sebuah gunung meletus yang menelan banyak korban akibat kelalaian penjaga gunung yg terambat memberikan amaran. Kelalaian ini juga akan berakibat kasus hukum terhadap si penjaga gunung, kan ? Demikian juga kasus Lusi. Walaupun Lusi dinyatakan sebagai bencana alam secara politik tidak berarti kasus hukumnya berhenti, kan ?

Science ngomong apa lagi ?

Tanpa pikiran suudzonpun suatu saat bisa saja logis kalau sainstis mengatakan kejadian Lusi adalah kejadian alam, karena dia berdasarkan atas data-data yang mendukung teorinya. Namun juga sangat logis kalau Lusi merupakan akibat keteledoran manusia (drilling), tentunya dengan data-data yang mendukung teorinya.

Teori itu tidak pernah kekal, teori itu paling mudah berubah ketika ada data baru, atau ada teori pendukung lainnya yang diketemukan. Saat ini teori yang mengatakan akibat gempa tidak mampu membuktikannya secara langsung (direct) kecuali kesamaan waktu (korelasional). Sedangkan pendapat Lusi akibat pengeboran juga dihadapkan pada realitias magnitude yang luar biasa ini…. pssst dan susahnya mendapatkan data otentik.

Namun perlu disadari semestinya para saintist tidak berhenti berpikir dan meneliti fenomena alam ini. Bukan hanya mencari penyebabnya, tetapi bagaimana agar manusia dapat berdampingan hidup bersama bencana unik ini.

Hanya di dunia ideal keputusan politik berdasarkan kaidah ilmiah yang sesuai dengan keputusan hukum.

Tentunya banyak contoh diluar negeri tentang keputusan politik yang berbeda dengan para ilmuwannya. Contoh mudahnya soal global warming,  Amerika tidak meratifikasi Kyoto Protokol tentang pemanasan global karena ada konsekuensi pembatasan emisi karbon. Padahal kita juga tahu bahwa tidak sedikit para ilmuwannya menyetujui perlunya pengurangan emisi karbon yang dicurigai penyebab percepatan global warming.
Mengapa ?
siapa-yang-memakai.jpgYa tentusaja keputusan politik Amerika meratifikasi Kyoto Protokol akan mengandung dan akan menggeret sejumlah konsekuensi negara yang terlalu berat baginya. Bayangkan saja, Amerika saat ini menenggak lebih dari seperempat minyak dunia. Tentusaja dengan mengurangi emisi berarti harus kerja sangat keras. Dan ini diluar kemampuan Amerika saat ini. Mungkin kalau Amrik sudah siap bisa saja keputusan politiknya diubah

Bagaimana dengan Lusi
Hal yang sama seandainya secara politis ditentukan bahwa Lusi akibat kelalaian pengeboran. Lantas konsekuensinya sangat berat dan berbahaya dan berpotensi menggeret institusi-institusi pemerintah yang justru membahyakan negara. Bukan hanya pemerintah tetapi negara ini, termasuk rakyatnya diperkirakan akan tidak akan mampu menanggung bebean tekana dari luar.

Tanpa memahami kebutuhan politik negara. Tentu saja sulit menerima keputusan poltik ini. diputuskan saja secara politik untuk urusan keluar, tetapi kedalam masih diperlukan tanggung jawab moral dan material untuk mengurangi beban. Tentu saja kasus Lusi akan berpotensi menjadi Tampomas baru apabila diputuskan kesalahan pengeboran bukan ???

Jadi jangan dianggap bahwa keputusan atau pendapat politisi (menteri dan DPR) itu selalu berdasarkan kaidah ilmiah yang memadai.


Sumber : http://rovicky.wordpress.com
                 http://noenkcahyana.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More