Kasus Antasari Azhar disebut-sebut merupakan bagian dari sebuah
SKENARIO pembenaman sebuah kasus yang melibatkan pejabat tinggi Negara
dan konglomerat hitam. Antasari Azhar dikenal cukup berani dalam melawan
korupsi, sudah begitu banyak orang yang dipenjarakan sejak Antasari
Azhar menjabat sebagai Ketua KPK, tak terkecuali ‘Aulia Pohan’ besan
Presiden pun ia jebloskan ke penjara.
Antasari dituding sebagai
otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Setelah melalui proses hukum,
Pengadilan Negeri Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis 18 tahun penjara
terhadap Antasari. Dalam perjalanan kasusnya, banyak sekali
kejanggalan-kejanggaln yang kita lihat mulai dari proses penyidikan
sampai pada putusan. Meski perkara kasasi Antasari Azhar sudah divonis,
namun kasus hukum yang penuh dengan nuansa politik ini terus bergulir
dan semakin membesar bagaikan bola salju. Pertanyaannya, Benarkah
Antasari Azhar terlibat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen ?
Baiklah, mari kita mulai dengan membaca terlebih dulu kutipan artikel
yang ditulis oleh seorang yang mengaku bernama Rina Dewreight pada
tanggal 12 November 2009, melalui situsnya. Artikel ini sempat ramai
dibicarakan dan dianggap FITNAH, sebab penulis tidak menampakkan jati
dirinya. Walaupun demikian, isi tulisannya cukup mengarah tajam. Jika
kita ikuti perkembangan terakhir kasus Antasar Azhar dari berbagai media
online maupun cetak, artikel Rina Dewreight menjadi informasi penting
yang tidak bisa kita abaikan begitu saja dan bisa jadi BENAR. Sebagai
bahan pertimbangan, tidak ada salahnya kita baca kembali….. Berikut
artikelnya:
Fakta di Balik Kriminalisasi KPK, dan Keterlibatan SBY
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya,
tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan
mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu
mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan
orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya,
meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita
telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang
baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar
biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan
Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya
Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait
korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang
kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk
dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar
kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari
sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi
Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari
Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP,
dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka
Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah
menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak
pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak
konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan
Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini
sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama
ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan
dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah
supplier keungan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY
sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena
dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati
Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh
orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan
kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas
korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa
Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam
SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung
untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari.
Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam
pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong,
dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya
seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra
mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah
Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan
ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama
masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di
Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan
pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para
konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka
minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK.
Jalur pintas yang mereka tempuh untuk “menghabisi Antasari “ adalah
lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan
Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex –
wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan.
Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media
mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus
mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu “hitam”, namun ada juga wartawan
yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat
media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu
gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up
SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut,
justeru malah menjadi-jadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari
yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan
duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar
skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator
Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari
kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra
Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan
dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang
digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut
dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara
Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto
(Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus
penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank
(agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan
lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya (saat itu)
akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono
(pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank
Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam
akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan
oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah
menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga
Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY.
Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para
intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan
menjerat Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin
Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi
Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang
dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi
Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali
Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta
data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari
harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan
merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT
RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari
tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin
ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari
belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang
mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung
untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke
Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun
disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak
Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan,
yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari
hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari
sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan
Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar
lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono.
Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin,
Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh
Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp
400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini
ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar.
Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku,
sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya hubungan
dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di
situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta
untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar
tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait
dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga
Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah
menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk
melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun
skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau
jujur, eksekutor Nasrudin buknalah tiga orang yangs sekarang ditahan
polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit
dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan
Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah.
Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra, termasuk yang
rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari
ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada
dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan…
Fakta di Balik Kriminalisasi KPK, dan Keterlibatan SBY
November 12, 2009
Oleh : Rina Dewreight
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya,
tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan
mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu
mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan
orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya,
meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita
telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang
baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar
biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan
Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya
Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait
korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang
kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk
dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar
kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari
sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi
Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari
Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP,
dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka
Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah
menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak
pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak
konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan
Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini
sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama
ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan
dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah
supplier keungan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
Sikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY
sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena
dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati
Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh
orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan
kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas
korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa
Pohan , suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam
SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung
untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari.
Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam
pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong,
dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya
seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra
mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknun KPPU dalam masalah
Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan
ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama
masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di
Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan
pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para
konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka
minta agar kasus BLBI , dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK.
Jalur pintas yang mereka tempuh untuk “menghabisi Antasari “ adalah
lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan
Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex –
wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan.
Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media
mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus
mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu “hitam”, namun ada juga wartawan
yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat
media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu
gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up
SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut,
justeru malah menjadi-hadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari
yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan
duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar
skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator
Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari
kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra
Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan
dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang
digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut
dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara
Paratai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto
(Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus
penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank
(agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan
lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya akan dijadikan
Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono (pejabat Bank
Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank Century saat
pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam
akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan
oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah
menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga
Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat , serta para innercycle SBY.
Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para
intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan
menjerat Antasari.
Orang pertama yang digunakan adalah Nasrudin
Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi
Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang
dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi
Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali
Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta
data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari
harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan
merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT
RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari
tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin
ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari
belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang
mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung
untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke
Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun
disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak
Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan,
yang diikuti Kabareskrim. melihat kalau skenario menurunkan Antasari
hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari
sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan
Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar
lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono.
Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin,
Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh
Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp
400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini
ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar.
Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku,
sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya hubungan
dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di
situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta
untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar
tekana-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait
dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga
Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah
menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk
melengserkan Antasari selama-laamnya dari KPK. Dan akhirnya disusun
skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau
jujur, eksekutor Nasrudin buknalah tiga orang yangs sekarang ditahan
polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
Bibit
dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan
Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah.
Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra , termasuk yang
rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari
ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada
dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan.
Itulah sebabnya KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus
melakukan penyadapan-penyadapan. Nah saat melakukan berbagai penyadapan,
nyangkutlah Susno yang lagi terima duit dari Budi Sammpoerna sebesar Rp
10 miliar, saat Budi mencairkan tahap pertama sebasar US $ 18 juta atau
180 miliar dari Bank Century. Sebetulnya ini bukan berkait dengan peran
Susno yang telah membuat surat ke Bank Century (itu dibuat seperti itu
biar seolah–olah duit komisi), duit itu merupakan pembagian dari hasil
jarahan Bank Century untuk para perwira Polri. Hal ini bisa dipahami,
soalnya polisi kan tahu modus operansi pembobolan duit negara melalui
Century oleh inner cycle SBY.
Bibit dan Chandra adalah dua
pimpinan KPK yang intens akan membuka skandal bank Bank Century. Nah,
karena dua orang ini membahayakan, Susno pun ditugasi untuk mencari-cari
kesalahan Bibit dan Chandra. Melalui seorang Markus (Eddy Sumarsono)
diketahui, bahwa Bibit dan Chandra mengeluarkan surat cekal untuk
Anggoro. Maka dari situlah kemudian dibuat Bibit dan Chandra melakukan
penyalahgunaan wewenang.
Nah, saat masih dituduh
menyalahgunakan wewenang, rupanya Bibit dan Chandra bersama para
pengacara terus melawan, karena alibi itu sangat lemah, maka disusunlah
skenario terjadinya pemerasan. Di sinilah Antasari dibujuk dengan
iming-iming, ia akan dibebaskan dengan bertahap (dihukum tapi tidak
berat), namun dia harus membuat testimony, bahwa Bibit dan Chandra
melakukan pemerasan.
Berbagai cara dilakukan, Anggoro yang
memang dibidik KPK, dijanjikan akan diselsaikan masalahnya Kepolisian
dan Jaksa, maka disusunlah berbagai skenario yang melibatkanAnggodo,
karena Angodo juga selama ini sudah biasa menjadi Markus. Persoalan
menjadi runyam, ketika media mulai mengeluarkan sedikir rekaman yang ada
kalimat R1-nya. Saat dimuat media, SBY konon sangat gusar, juga
orang-orang dekatnya, apalagi Bibit dan Chandra sangat tahu kasus Bank
Century. Kapolri dan Jaksa Agung konon ditegur habis Presiden SBY agar
persoalan tidak meluas, maka ditahanlah Bibit dan Chandra ditahan. Tanpa
diduga, rupanya penahaan Bibit dan Chandra mendapat reaksi yang luar
biasa dari publik maka Presiden pun sempat keder dan menugaskan Denny
Indrayana untuk menghubungi para pakar hokum untuk membentuk Tim Pencari
Fakta (TPF).
Demikian, sebetulnya bahwa ujung persoalan adalah
SBY, Jaksa Agung, Kapolri, Joko Suyanto, dan para kongloemrat hitam,
serta innercycle SBY (pengumpul duit untk pemilu legislative dan
presiden). RASANYA ENDING PERSOALAN INI AKAN PANJANG, KARENA SBY PASTI
TIDAK AKAN BERANI BERSIKAP. Satu catatan, Anggoro dan Anggodo, termasuk
penyumbang Pemilu yang paling besar.
https://www.facebook.com/groups/209444609076256/permalink/451790708174977/
Posted in: Nasional
2 komentar:
SBY brengsek…,kalau dia memank presiden yang benar seharusnya dia menolong antashari yang berjuang demi negara….,knapa SBY tidak menolong???jawabnya adalah karena dia sendiri juga koruptor…..,
tunggu saja murka rakyat hingga terjadinya revolusi….,tapi mohon di ingat jikalau terjadi revolusi mungkin sasaran kami yang pertama adalah para pejabat pemerintah….,akan kami habisi mereka semua…,kami bantai seluruh keluarganya pula,,,,
bahkan saya yang cuma orang kecil/awam tahu kalau ini sebuah rekayasa! karena berdasarkan logika saya sebagai manusia normal, ORANG SEPINTAR Pak Antasari Azhar TIDAK MUNGKIN mau mempertaruhkan nyawa-nya dengan merencanakan pembunuhan yang mana BELIAU(Pak Antasari) ADALAH ORANG YANG TAHU HUKUM DAN SADAR AKAN ADANYA ANCAMAN HUKUMAN MATI cuma demi seorang perempuan yang menurut saya biasa-biasa saja ! padahal jika menurut perhitungan orang awam seperti saya (kasarnya) uang yang dimiliki Pak Antasari lebih dari cukup untuk membeli / menyewa seorang perempuan yang sepuluh kali lipat melebihi Rani karena gaji seorang anggota kecil KPK itu besar kawan! apalagi pemimpin, tentu lebih besar lagi gajinya! untuk apa dia mempertaruhkan nyawanya dengan perencanaan pembunuhan yang tidak matang? sebagai orang awam saya berpikir andaikan saya yang merencanakan pembunuhan tentunya semua saksi juga akan saya hilangkan termasuk para eksekutor ! ini murni upaya untuk menyingkirkan Pak Antasari Azhar! yach apa boleh buat, saya hanya bisa mendoakan semoga Pak Antasari dan keluarga serta Pak Williardi dan keluarga akan mendapatkan kekuatan secara jasmani dan rohani serta mendapatkan perlindungan dari Tuhan Semesta Alam ! Amin ya ALLAH !!!
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.