Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Sabtu, 04 September 2010

Sebuah Awal Tragedi Semburan Lumpur Panas Lapindo Di Sidoarjo


Awal Semburan Lumpur Lapindo Panas Lapindo mulai mengeluarkan  Lumpur Panas pada tanggal 29 Mei 2006, dan hampir 4tahun semburan lumpur panas lapindo hingga sekarang ini masih banyak menimbulkan dan menyisakan banyak persoalan yang masih belum terselesaikan secara tuntas dan lebih baik, mulai penanganan secara tehnis  pada pusat semburan maupun  pada dampak sosial kepada warga dan masyarakat sekitarnya maupun korban yang masuk pada peta terdampak yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Perpres 14/2007, dalam Perpres 14/2007 tersebut juga dijelaskan bahwa penanganan dan tentang ganti rugi aset warga seperti yang tertera di bawah ini :

Pasal 15
(1) Dalam rangka penanganan masalah sosial kemasyarakatan, PT Lapindo Brantas
membeli tanah dan bangunan masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo
dengan pembayaran secara bertahap, sesuai dengan peta area terdampak tanggal
22 Maret 2007 dengan akta jual-beli bukti kepemilikan tanah yang
mencantumkan luas tanah dan lokasi yang disahkan oleh Pemerintah.
 
(2) Pembayaran bertahap yang dimaksud, seperti yang telah disetujui dan
dilaksanakan pada daerah yang termasuk dalam peta area terdampak 4
Desember 2006, 20% (dua puluh perseratus) dibayarkan dimuka dan sisanya
dibayarkan paling lambat sebulan sebelum masa kontrak rumah 2 (dua) tahun
habis.
 
(3) Biaya masalah sosial kemasyarakatan di luar peta area terdampak tanggal 22
Maret 2007, setelah ditandatanganinya Peraturan Presiden ini, dibebankan pada
APBN.
 
(4) Peta area terdampak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Presiden ini.
 
(5) Biaya upaya penanggulangan semburan lumpur termasuk di dalamnya
penanganan tanggul utama sampai Kali Porong dibebankan kepada PT Lapindo
Brantas.
 
(6) Biaya untuk upaya penanganan masalah infrastruktur termasuk infrastruktur
untuk penanganan luapan lumpur di Sidoarjo, dibebankan kepada APBN dan
sumber dana lainnya yang sah.

Sekitar 13.237 berkas yang masuk peta terdampak pada 22 Maret 2007. Lahan mereka yang tenggelam lumpur panas lapindo akibatnya menderita secara phiskis dan  kehilangan ruang hidup yang berkepanjangan akibat penyelesaian ganti rugi yang hingga saat ini belum jelas titik akhirnya. Meskipun Perpres 14/2007  menjamin warga untuk mendapatkan hak-haknya, PT. Lapindo Brantas melalui wakilnya PT. Minarak Lapindo Jaya sebagai juru bayarnya masih terus bertahan pada pendiriannya untuk mengangsur pembayaran 80%  secara bertahap sebesar 15 juta perbulannya kepada warga yang masuk dalam peta terdampak.

Sekitar 7.823 berkas yang sudah lunas pembayarannya.
Sekitar 4.883 berkas, masih dalam tahap penyelesaian angsuran...??? (mulai bulan Mei warga sudah tidak menerima Angsuran dari PT. Minarak Lapindo Jaya)
Cash & Resettlement masih ada sekitar 1500 kk/unit rumah yang masih belum jelas kepastiannya kapan penyelesaian sertifikatnya...??? 

Polemik terjadinya penyebab semburan Lumpur Panas Lapindo yang terjadi di  Porong Sidoarjo, justru gempa yang terjadi di Jogjakarta dua hari sebelumnya dijadikan alasan dan kambing hitam atas timbulnya semburan lumpur panas di areal pengeboran PT. Lapindo Brantas di Porong banjar panji, Ada skenario force majeur guna menghindari tanggung jawab secara hukum. Namun Richard J Davies dkk, dalam artikelnya meyakinkan bahwa pusat gempa yang cukup jauh sangat tidak mungkin mempengaruhi terjadinya erupsi lumpur mereka berkesimpulan bahwa aktivitas pengeboran yag dilakukan  oleh PT. Lapindo Brantas sebagai pemicu terjadinya erupsi, berdasarkan data-data drilling black box.

Hal ini juga cukup diyakinkan dengan adanya surat peringatan dari Medco,  pemilik lain dalam blok Brantas kepada PT. Lapindo Brantas. Dalam surat yang ditujukan kepada Direktur Lapindo Brantas Inc tanggal surat No. MGT-088/JKT/06 tanggal 5 Juni 2006, menyebutkan bahwa operator telah tidak mengindahkan peringatan untuk melakukan pemasangan casing pada kedalaman 8500ft (2590 meter) sebagaimana yang telah disampaikan dalam technical meeting tanggal 18 Mei 2006. Walhasil, Medco menolak untuk dibebani biaya ganti rugi sebagaimana sudah disepakati dalam kontrak kerjasama operasi antara mereka.

Sementara itu tugas Kepolisian Daerah Jawa timur berperan mengawasi dan mengantisipasi setiap perkembangan pergerakan warga yang masuk pada peta terdampak maupun yang tidak masuk pada peta terdampak, dan mengatasi kemacetan yang sangat luar biasa pada jalur di porong, sedangkan untuk proses pidana kepolisian dipersulit dengan pendapat para ahli yang didatangkan PT. Lapindo yang mengarahkan semburan lumpur sebagai bencana alam, pada kasus ini Polda Jatim sudah menetapkan  12 tersangka dalam kasus terjadinya semburan lumpur panas di Porong, yaitu yaitu 5 orang dari PT Medici Citra Nusantara, 3 orang dari PT Lapindo Brantas, 1 orang dari PT Energi Mega Persada dan 3 orang dari PT Tiga Musim Jaya. PT Tiga Musim Jaya, terkait kasus lumpur lapindo ini karena mereka merupakan penyedia operator rig atau alat bor para tersangka dijerat pasal Para tersangka dijerat Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP dan UU No 23/1997 Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 42 tentang pencemaran lingkungan, dengan ancaman hukum 12 tahun penjara. "Otomatis UU pencemaran lingkungan hidup ini sudah termasuk kejahatan korporasi karena merusak lingkungan hidup," kata Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Bachrul Alam yang sejak tahun 2009 menjadi Kapolda Jawa Timur, dilain pihak yaitu pihak Kejaksaan yang menginginkan adanya satu kesatuan pendapat ahli, beberapa kali mengembalikan BAP kepada kepolisian, yang akhirnya Kepolisian Daerah Jawa Timur menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) pada bulan 5 agustus 2009 yang lalu.

Bupati dan Gubernur yang seharusnya menjadi wakil para warga korban lumpur pada akhirnya ‘terselamatkan’ dengan keluarnya Perpres 14/2007, mereka beralasan bahwa permasalahan Lumpur panas yang terjadi di Sidoarjo sudah ditangani oleh Pemerintah pusat. Alasan yang sama juga disampaikan para wakil rakyat yang duduk di DPRD kabupaten maupun propinsi.

Pemerintah melalui Perpres 14/2007 membentuk sebuah badan atau institusi Timnas untuk penanganan lumpur panas lapindo di Sidoarjo masa kerja Timnas hanya berlaku 6 bulan, setelah masa tugas Timnas berakhir Pemerintah membentuk sebuah lembaga baru yaitu Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Bagaimana kinerja task force ini juga menjadi tanda tanya. Hari, seorang warga korban lumpur, menggambarkan bahwa kerja BPLS hanya lah menanggul lumpur dan berkutat pada hal teknis di tanggul saja. Semua ini jauh dari harapan warga bahwa BPLS akan berperan membantu percepatan pemenuhan hak warga korban lumpur yang masuk dalam peta terdampak maupun yang tidak masuk dalam peta terdampak. BPLS jelas tidak melakukan langkah-langkah yang jelas untuk mencegah bahaya akibat semburan lumpur panas baru yang hingga hari ini muncul mencapai angka ke-176.

Dugaan lumpur panas Lapindo yang sangat berbahaya, terbukti sudah. Selain berbagai riset berbagai institusi yang telah dimuat berbagai media, WALHI Jawa Timur telah melakukan riset awal kandungan logam berat dan Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) pada air dan lumpur lapindo. Berdasar laporan riset (Mei 2008) ini, jumlah kandungan yang ditemukan sungguh ‘mengerikan.’ Langkah gegabah pengelolaan lumpur tanpa treatment khusus, menjadi kesalahan besar.

Pemerintah dan korporasi yang memiliki tanggung jawab dan sumber daya harusnya lebih cermat dalam mengelola lumpur. Kandungan Logam Berat pada air dan lumpur Lapindo dideteksi jauh melebihi ambang baku yang ditetapkan regulasi kesehatan Indonesia.  Kadar untuk timbal(Pb) tertinggi mencapai angka 20,9853 mg/l ditemukan pada sampel dari wilayah Besuki juga. Ini sungguh jauh diatas ambang batas maksimal sejumlah 0,05 mg/l. Sungai Porong dari wilayah barat telah tercemar logam berat, dan menjadi semakin parah ketika ribuan liter lumpur panas Lapindo digelontor ke dalamnya. Sampel air pada titik koordinat S 07o32’10.7” E 112o51’01.7” bagian timur sungai menunjuk angka 1,05 mg/l untuk timbal, berselisih lebih tinggi 0,2 dari sampel kontrol bagian barat jembatan porong(0,8035). Sedimen sungai porong juga menunjuk angka tinggi, dengan temuan kadar 4,7341 mg/l pada salah satu titik sampel.  Jumlah cemaran Kadmium(Cd) lebih parah, terendah 0,2341 mg/l dan tertinggi 0,4638 mg/l. Jauh diatas ambang batas jika mengacu pada Kep.Menkes No. 907/2002 yang mematok angka 0,003 mg/l.

Hal yang sama ditemukan untuk PAH. Dua jenis yang diperiksa meliputi Chrysene dan Benz(a)anthracene ditemukan diatas ambang batas. PP No 41 tahun 1999 menyebutkan ambang batas PAH(dalam debu) yang diizinkan dalam lingkungan adalah setara dengan 0,23 mg/m3. Jumlah untuk Chrysene yang ditemukan, terendah 203,41 µg/kg dan tertinggi mencapai hingga 806,31 µg/kg. Kadar tertinggi ditemukan pada sampel lumpur dari Besuki. Sedangkan Benz(a)anthracene ditemukan pada sampel 3 titik lokasi rendaman lumpur dengan jumlah terendah 0,4214 mg/kg dan tertinggi 0,5174 mg/kg. Jumlah rata-rata yang lebih dari dua ribu kali lipat diatas ambang batas sungguh mencengangkan. Monitoring secara periodik dan penanganan darurat khusus harus segera dilakukan.

PAH merupakan suatu kelompok senyawa kimia yang dibentuk dari proses pembakaran tidak sempurna dari gas, batubara, minyak bumi, kayu, sampah, ataupun senyawa kimia organik lain seperti tembakau. Senyawa PAH juga ditemukan di sepanjang lingkungan baik di udara, air, dan sebagai partikel yang berhubungan dengan debu atau sebagai padatan di dalam sedimen atau lahan. Jumlahnya diperkirakan sekitar 10.000 senyawa. Sifat karsinogenik memicu tumor, kanker kulit, kanker paru-paru, dan kanker kandung kemih. Dapat masuk dalam tubuh manusia melalui pernafasan akibat menghirup limbah gas yang mengandung senyawa PAH di dalamnya. Makanan atau minuman yang terkontaminasi senyawa ini juga akan mempengaruhi tubuh jika dikonsumsi. Yang lebih cepat adalah interaksi secara langsung dengan menyentuh tanah atau air yang tercemar PAH. Walaupun dalam kadar rendah, senyawa ini dapat terserap melalui pori-pori kulit.

Keselamatan dan kesejahteraan warga korban lumpur telah dipertaruhkan dalam hitungan kerugian material melalui skema jual beli tanah dan bangunan sebagaimana dalam Perpres 14/2007,  Perpres 48/2008 dan Perpres 40/2009 Sandaran hukum yang dibuat sebagai jaminan untuk pemenuhan hak warga inipun masih ditawar oleh PT. Lapindo yang tidak memberikan jaminan apapun. Padahal jika dibandingkan, jumlah yang akan diterima tidak akan mencukupi kebutuhan pengobatan jika efek logam berat dan PAH telah muncul beberapa waktu kedepan. Jaminan kesehatan bagi seluruh warga mutlak menjadi tanggungjawab korporasi dan negara.
 
Melihat kondisi dan kenyataan ini seharusnya tiada alasan bagi Pemerintah maupun korporasi untuk menghindari dan menunda penggantian hak material warga. Surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) tanggal 24 Maret 2008 menegaskan adanya jaminan bagi tanah selain sertifikat hak milik (Yasan, Gogol, letter C, petok D, dan HGB) bisa dilakukan peralihan dengan status yang sama. Hanya perusahaan bodoh yang menginginkan hak milik tanah di negeri ini. Dalam regulasi agraria Indonesia (UUPA NO. 5/1960) sudah diatur kepemilikan tanah Hak Milik hanyalah untuk perorangan. Korporasi hanya bisa mendapat hak berupa Hak Guna (HGU/HGB) atau Hak Pakai yang masa waktunya terbatas. Inilah yang selalu dijadikan alasan untuk tidak mengganti  sisa-sisa hak-hak warga 80% warga korban lumpur yang hanya memiliki surat Letter C maupun Petok D sebagaimana disepakati dalam perikatan antara warga dan korporasi, dan ditawar dengan skema resettlement.
 
Sebuah kebetulan jika pada Juli lalu disibukkan dengan agenda PESTA pilkada yang mengusung para direksinya untuk maju sebagai kandidat calon Bupati Sidoarjo, pada waktu yang bersamaan  di bulan Juni keluarga Bakrie sang konglomerat yang dikenal sebagai salah satu pemilik korporasi penguasa blok Brantas di Jawa Timur menggelar pesta bahagia perkawinan salah satu keluarganya. Lengkap sudah sejarah buruk negeri ini, dua prosesi digelar dan menghabiskan biaya yang sangat besar untuk sebuah prosesi tanpa melihat sedikitpun derita dan bagaimana nasib para warga korban lumpur.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More