Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Rabu, 01 Desember 2010

Ramalan Joyoboyo, "Korupsi"

Semasa Orde Lama yang efektif berjalan sejak Pemilu pertama 1955, pemenang yang tampil empat partai besar: PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Maka semakin memuncak era demokrasi liberal sejak 1945 membawa Republik Indonesia ke arah persaingan kekuasaan dan kekuatan partai politik. Dimulai dari Maklumat X Hatta, "Silakan bentuk partai-partai politik", merupakan awal dari sistem liberal/parlementer. Dan diakhiri oleh Presiden Soekarno dengan Dekrit 5 Juli 1959, sejak itu era demokrasi terpimpin konsep Angkatan Darat mulai berlaku dan berakhir pada 1998. PKI  partai tersingkir dari panggung sejarah terjadi pada 1965. Maka kekuatan peta politik yang tersisa menurut Clifford Gertz (Religion of Java, 1960) dan Frans Husken (Sebuah desa di Jawa), Golongan Santri dan Abangan, di samping minoritas lainnya.
     Seorang nujum yang hidup pada abad kesebelas Prabu Sri Aji Joyoboyo sudah menulis syair yang menggambarkan era demokrasi liberal atau parlementer ini berikut segala macam latar belakang panggung kekuasaan politik, padahal semasa beliau hidup di masa sistem kekeluargaan dan gotong-royong masih sangat kuat, sebagai berikut: 
    Korupsi dapat dilakukan sambil duduk di belakang meja, memanfaatkan jabatan dengan jadi calo di dalam departemen sendiri. Para pengusaha yang memanfaatkan jasa calo elite ini berani menantang pemerintah yang syah dengan memutarbalikkan fakta bahwa calo suruhannya menjadi kambing hitam untuk melawan negara. Para pengemplang upeti negara ini kompak satu sama lain dan ditingkahi para koruptor lain yang solider dengan sesamanya. Kekuatan para koruptor itu bahkan setingkat mafioso dari Italia merambah gedung dewan rakyat yang terhormat. Di sana siapa saja yang suaranya paling lantang dan keras dia akan mendapat pengaruh dan menentukan arah pengambilan keputusan.

Maling lungguh wetenge mblenduk.
Maling wani nantang sing duwe omah.
Begal pada ndhugal.
Rampok padha keplok-keplok.
Akeh wong dakwa dinakwa.
Sing suwarane seru oleh pengaruh.

Santri vs Abangan minus komunis di tahun 2011 ini tentu tidak akan berlanjut atau menghasilkan demokrasi terpimpin versi baru, baik versi Soekarno maupun versi Angkatan Darat. Juga tidak mungkin menghasilkan sistem gotong-royong yang merupakan produk asli bangsa Nusantara. Yang bakal terjadi ialah menurunnya kinerja pemerintahan karena banyaknya gangguan-gangguan dari partai oposisi. Pemerintahan yang kuat tentu tidak disukai oleh negeri adidaya maupun para negara tetangga yang suka mencuri pulau, maupun yang suka mencuri SDM. Dan kepentingan negara adidaya dan negara tetangga sebenarnya seiring dan sejalan dengan para koruptor yakni tetap berputarnya modal mereka di sini, kalau bisa tanpa membayar pajak sesen pun kepada negara.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More