Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Minggu, 06 Maret 2011

Semburan Semakin Meluas

Bencana yang terjadi akibat Pengeboran PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, belum terselesaikan, pihak yang bersangkutan tak dapat menghentikan semburan lumpur yang semakin meluas.

Penanganan lumpur yang menyembur dari areal pengeboran PT Lapindo Brantas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sudah menghabiskan dana Rp 2,8 triliun. Namun, dana sebesar itu terbukti gagal mencegah bertambah luasnya areal yang terkena dampak semburan. Sedangkan tahun 2011, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) direncanakan mendapat anggaran Rp 1,3 triliun, namun tak ada alokasi untuk mengkaji dan menutup semburan.

Padahal, areal terdampak semburan jutaan meter kubik lumpur yang terjadi 29 Mei 2006 semakin luas. Berdasarkan penelitian Tim Kajian Kelayakan Permukiman, 45 RT baru di luar area terdampak tidak lagi layak huni. Dengan demikian, total permukiman tidak layak huni di luar peta terdampak pemerintah telah mencapai 53 RT.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Ucok Sky Khadaffi menyatakan, dana Rp 1,3 triliun yang dianggarkan dalam Rancangan APBN 2011 akan digunakan BPLS untuk membayar gaji pegawai, bantuan dan ganti rugi bagi warga, serta pemeliharaan tanggul.

”Penanganan semburan selama ini memakan biaya Rp 2,8 triliun, tanpa hasil yang pasti. Pihak DPR harus menolak rencana penanganan yang diajukan melalui anggaran BPLS. Pemerintah harus didesak segera menutup semburan lumpur atau uang rakyat terpakai tanpa hasil,” ujar Ucok di Jakarta, Selasa (24/8/2010).

Selain areal terdampak yang terus meluas, pembiaran lumpur menyembur meningkatkan risiko. Sabtu (21/8/2010), gunungan lumpur di sekitar pusat semburan lumpur Lapindo longsor dan mengempas tiga kapal keruk yang sedang beroperasi. Karena kapal keruk dan pipa pengeruk rusak, pengerukan lumpur terhenti hingga dua pekan mendatang.
 
Menurut relawan Pos Keselamatan Korban Lumpur Lapindo, Mujtaba Hamdi, akibat kerusakan formasi geologis di sekitar formasi semburan, terus muncul gelembung gas metana yang mudah terbakar.

”Gelembung gas itu terus bermunculan hingga kini, bahkan mencapai kawasan di sebelah barat badan jalan tol baru. Semakin lama dibiarkan menyembur, risiko ledakan akibat konsentrasi gas metana semakin tinggi, bahkan di areal relokasi tol yang sebelumnya dinyatakan aman,” katanya.

Kepala Humas BPLS Achmad Zulkarnain membenarkan bahwa dalam anggaran Rp 1,3 triliun dari RAPBN 2011 tidak ada dana untuk mengkaji penutupan atau menutup semburan lumpur.

”Sampai sekarang tak ada metode yang tepat untuk menutup semburan. Tawaran teknologi untuk menutup semburan banyak, tetapi tak ada yang efektif menghentikan semburan lumpur. Apalagi sebagian ahli berpendapat, penutupan semburan lumpur telah terlambat dan sia-sia,” kata Zulkarnain.

Zulkarnain menyatakan semburan lumpur Lapindo cenderung berkurang, kini tinggal 15.000 meter kubik per hari. Semburan awal rata-rata mencapai 100.000 meter kubik per hari.

Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More