Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Selasa, 29 Maret 2011

Pengusaha Yang Jadi Korban Lumpur Merasa Di Tipu Lapindo

Para pengusaha yang menjadi korban luapan lumpur Lapindo yang mendatangi Pansus Lumpur DPRD Kabupaten Sidoarjo menyampaikan keluhan merasa ditipu pihak PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), karena hingga saat ini ganti rugi yang dijanjikan belum dibayar.

Para pengusaha yang datang menemui Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo ini adalah mereka yang pabriknya sudah lenyap ditelan luapan lumpur Lapindo.

Pabrik-pabrik yang lenyap ditelan lumpur ini sebagian merelokasi tempat usahanya, namun sebagian lagi tutup. Maka ribuan pekerja terpaksa dirumahkan akibat terkena luberan lumpur ini. Sedikitnya terdapat 26 pabrik yang lenyap saat itu.

Perjanjian terkait pembayaran ganti rugi dengan PT MLJ pun sudah dilakukan. Saat itu negosiasi business to business sudah disetujui bahwa pembayaran ganti rugi akan dilakukan bertahap tiga kali yaitu 10%, 20% dan 70%. PT MLJ saat itu juga menjanjikan pembayaran lunas 70% dilakukan paling lambat akhir Desember 2008.

Dari 26 perusahaan tersebut total nilai ganti rugi yang harus dibayar PT MLJ mencapai Rp109 miliar. Namun hingga saat ini ternyata baru sebagian kecil uang ganti rugi yang dibayar Lapindo.

Perusahaan-perusahaan tersebut rata-rata baru mendapat pembayaran uang ganti rugi 30%. Bahkan terdapat beberapa perusahaan yang belum menerima ganti rugi sama sekali.

"Katanya ganti rugi akan diselesaikan B to B (business to business). Kalau begini kan B to B artinya menjadi bojok to bojok atau bohong to bohong," kata Ritonga, salah satu pengusaha pabrik jam di Siring yang juga terkena luapan lumpur Lapindo.

Tidak hanya merasa ditipu, kata Ritonga, pengusaha selama ini juga merasa diintimidasi pihak lawyer Lapindo. Sebab mereka saat itu ditekan agar menyetujui nilai ganti rugi yang ditawarkan Lapindo. Padahal pada saat itu para pengusaha dalam kondisi panik dan bingung maka akhirnya menyetujui begitu saja nilai ganti rugi yang ditawarkan daripada tidak menerima sama sekali.

"Bahkan kita juga diminta tidak memberitahu satu sama lain berapa nilai ganti rugi ini dan kalau saling memberitahu diancam tidak akan dibayar," kata Ritonga.

Hal lebih parah dialami Umar Sugiharto, pengusaha plastik yang juga membuka usahanya di Siring. Saat itu dia baru saja membuka usaha namun keburu dihantam luberan lumpur Lapindo. Ironisnya dia belum menerima ganti rugi sama sekali.

"Terakhir tahun 2011 kami mendapat konfirmasi pihak PT Minarak Lapindo Jaya namun katanya mereka sudah tidak memiliki dana lagi. Terus bagaimana nasib kami ini,? kata Umar.

Menanggapi keluhan pengusaha ini, Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Zainul Lutfi mengaku akan menindaklanjuti dengan segera memanggil petinggi PT MLJ. Pansus akan memediasi pertemuan PT MLJ dan para pengusaha agar segera ditemukan jalan keluarnya.

"Bagaimanapun mereka ini kan korban. Perjanjian ganti ruginya juga sudah jelas namun kenapa kok tidak dibayar," kata Lutfi.

Sementara itu hingga saat ini polisi Sidoarjo juga masih terus melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi atas uang ganti rugi warga korban lumpur Desa Besuki Kecamatan Jabon yang dilakukan oknum Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Setelah memeriksa 50 saksi, dugaan korupsi tersebut semakin kuat.

Lima saksi terakhir yang dimintai keterangan polisi adalah anggota tim verifikator yang memverifikasi luasan dan status tanah warga. Sebenarnya polisi juga menjadwalkan akan memeriksa Kepala Desa Besuki M Shirot. Namun pemeriksaan batal dilakukan karena yang bersangkutan sakit.

Dari hasil sementara pemeriksaan 50 orang saksi tersebut polisi menemukan indikasi dugaan korupsi semakin kuat. Namun polisi belum berani menetapkan tersangka sebab masih harus berkonsultasi dengan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta pakar hukum dari Universitas Airlangga.

"Kita masih perlu konsultasi dengan saksi ahli," kata Kasat Reskrim Polres Sidoarjo AKP Ernesto Saiser.

Menurut Ernesto, dugaan korupsi BPLS ini adalah salah satu kasus yang menjadi perhatian utama polisi. Maka pihak Polres Sidoarjo akan berupaya keras agar kasus dugaan korupsi ini segera bisa dituntaskan.

Seperti diketahui dugaan korupsi ini muncul setelah terjadi transfer ganti rugi dobel pada sembilan warga tahun 2008. Uang kelebihan transfer dobel tersebut kemudian diminta kembali oleh oknum BPLS melalui kepala desa.

Namun anehnya kejadian transfer dobel ini terulang lagi pada tahun 2009. Dan warga semakin kaget setelah meminta konfirmasi pihak BPLS bahwa badan ini tidak pernah meminta kelebihan pembayaran uang warga tersebut.

Selain kasus transfer dobel warga juga melaporkan tindak pemerasan yang dilakukan aparat BPLS. Oknum BPSL tersebut meminta fee pada warga apabila ingin status tanahnya dimasukkan status tanah kering dan bukan tanah sawah.

Sebab nilai ganti rugi tanah kering jauh lebih tinggi mencapai Rp1 juta per meter persegi, sementara tanah sawah hanya Rp120 ribu per meter persegi.

mediaindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More