Penurunan tanah yang menyelimuti kawasan sekitar semburan lumpur di bekas area umur Banjar Panji I milik Lapindo Brantas Inc, terus membawa dampak.
Kali ini, lantai aula Ponpes Maslakhul Huda, di RT 8 RW 3, Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin yang diasuh oleh KH Ghufron Karim, ambrol. Ambrolnya lantai aula Ponpes tersebut diketahui santri yang sedang mengaji.
Lantai beralas keramik itu terangkat ke atas. Oleh santri kemudian dibenahi, ternyata lantai langsung ambrol ke bawah dan membentuk lubang dengan kedalaman satu meter dan lebar tiga meter. Di bawah keramik yang belum ambrol juga berlubang memanjang.
Kata Mustofa Kamal, putra KH Gufron Karim, kalau didekat keramik yang ambrol diinjak akan ambrol juga. Semenjak terjadinya semburan lumpur, dinding bangunan ponpes banyak retak-retak.
"Retakan bangunan lebarnya melebihi 5 cm dan semakin melebar. Khawatir bangunan ambruk, kemudian ditambal dengan semen. Namun umur tambalan itu hanya beberapa hari dan tetap menganga," ujarnya, Minggu (15/5/2011).
Salah satu kamar santri lantainya juga terangkat keatas. Khawatirnya akan ikut ambrol juga. Ucap Gus Tofa sapaan akrap Mustofa Kamal, ponpes ini dibangun Tahun 1991 lalu. Jarak Ponpes dengan semburan lumpur Lapindo sekitar 1,5 kilometer arah barat daya.
Gus Tofa mengemukakan, kawasan Ketapang juga belum masuk peta mendapatkan ganti rugi, baik dari Lapindo maupun dari pemerintah. "Sebelum ada semburan, santri yang menetap sekitar diatas 25 santri. Kini, hanya tinggal 10 santri. Banyak yang trauma dengan lumpur," tutur dia.
Seperti diketahui, Ketapang, oleh Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) bentukan Pemprov Jatim, sejak 16 Agustus 2010 lalu dinyatakan tidak layak huni seperti TKKP merekomendasikan 45 RT di Desa Ketapang, Pamotan, Mindi dan Besuki Timur karena
tanahnya mengalami penurunan. Bahkan di RT 14, air sumur sudah tidak bisa untuk mencuci pakaian karena sudah tercemar.
Kali ini, lantai aula Ponpes Maslakhul Huda, di RT 8 RW 3, Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin yang diasuh oleh KH Ghufron Karim, ambrol. Ambrolnya lantai aula Ponpes tersebut diketahui santri yang sedang mengaji.
Lantai beralas keramik itu terangkat ke atas. Oleh santri kemudian dibenahi, ternyata lantai langsung ambrol ke bawah dan membentuk lubang dengan kedalaman satu meter dan lebar tiga meter. Di bawah keramik yang belum ambrol juga berlubang memanjang.
Kata Mustofa Kamal, putra KH Gufron Karim, kalau didekat keramik yang ambrol diinjak akan ambrol juga. Semenjak terjadinya semburan lumpur, dinding bangunan ponpes banyak retak-retak.
"Retakan bangunan lebarnya melebihi 5 cm dan semakin melebar. Khawatir bangunan ambruk, kemudian ditambal dengan semen. Namun umur tambalan itu hanya beberapa hari dan tetap menganga," ujarnya, Minggu (15/5/2011).
Salah satu kamar santri lantainya juga terangkat keatas. Khawatirnya akan ikut ambrol juga. Ucap Gus Tofa sapaan akrap Mustofa Kamal, ponpes ini dibangun Tahun 1991 lalu. Jarak Ponpes dengan semburan lumpur Lapindo sekitar 1,5 kilometer arah barat daya.
Gus Tofa mengemukakan, kawasan Ketapang juga belum masuk peta mendapatkan ganti rugi, baik dari Lapindo maupun dari pemerintah. "Sebelum ada semburan, santri yang menetap sekitar diatas 25 santri. Kini, hanya tinggal 10 santri. Banyak yang trauma dengan lumpur," tutur dia.
Seperti diketahui, Ketapang, oleh Tim Kajian Kelayakan Pemukiman (TKKP) bentukan Pemprov Jatim, sejak 16 Agustus 2010 lalu dinyatakan tidak layak huni seperti TKKP merekomendasikan 45 RT di Desa Ketapang, Pamotan, Mindi dan Besuki Timur karena
tanahnya mengalami penurunan. Bahkan di RT 14, air sumur sudah tidak bisa untuk mencuci pakaian karena sudah tercemar.
http://beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2011-05-15/100884/Dampak_Lapindo,_Lantai_Aula_Ponpes_Ambrol
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.