Perjuangan warga di 45 RT korban lumpur Lapindo untuk dapat memasukkan lahan mereka ke dalam peta terdampak, semakin panjang.
Pasalnya pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku dewan pengarah penyelesaian lumpur Lapindo meminta dilakukan uji seismik di seluruh RT tersebut.
”Pusat meminta agar rekomendasi Tim Kajian Kelayakan Permukiman dilengkapi dengan survei seismik di wilayah 45 RT tersebut,” kata Edi Purwinarto, Asisten 3 Pemerintah Provinsi Jawa Timur, saat berdialog dengan sekira 150 warga yang tinggal di 45 RT, Rabu (30/3/2011).
Persyaratan ini jelas membuat kecewa warga. Pasalnya uji seismik seperti yang dipahami oleh warga membutuhkan proses yang panjang.
”Jika diharuskan ada uji seismik terlebih dahulu, maka nasib kami akan terus digantung. Uji seismik itu memakan waktu yang lama," keluh Suprapto salah seorang warga.
Dalam sebuah diskusi soal lumpur Lapindo di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya tahun lalu, pakar geologi Andang Bachtiar mengungkapkan uji seismik itu memakan banyak waktu dan biaya yang besar.
Seperti diketahui, sekira Agustus 2010 yang lalu Pemprov Jawa Timur menyerahkan rekomendasi kepada pemerintah pusat agar 45 RT di Desa Ketapang, Mindi, Pamotan, dan Besuki Timur dimasukkan dalam peta terdampak luapan lumpur.
Namun sayangnya meski sudah diserahkan sejak tahun lalu, hingga kini pemerintah pusat belum menentukan apakah lahan warga akan masuk dalam peta terdampak sehingga berhak mendapatkan ganti rugi.
Karena itu sekira 150 warga mendatangi kantor Gubernur Jawa Timur untuk menuntut pemerintah segera menerbitkan payung hukum berupa Perpres agar lahan mereka bisa masuk peta terdampak.
Pasalnya pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral selaku dewan pengarah penyelesaian lumpur Lapindo meminta dilakukan uji seismik di seluruh RT tersebut.
”Pusat meminta agar rekomendasi Tim Kajian Kelayakan Permukiman dilengkapi dengan survei seismik di wilayah 45 RT tersebut,” kata Edi Purwinarto, Asisten 3 Pemerintah Provinsi Jawa Timur, saat berdialog dengan sekira 150 warga yang tinggal di 45 RT, Rabu (30/3/2011).
Persyaratan ini jelas membuat kecewa warga. Pasalnya uji seismik seperti yang dipahami oleh warga membutuhkan proses yang panjang.
”Jika diharuskan ada uji seismik terlebih dahulu, maka nasib kami akan terus digantung. Uji seismik itu memakan waktu yang lama," keluh Suprapto salah seorang warga.
Dalam sebuah diskusi soal lumpur Lapindo di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya tahun lalu, pakar geologi Andang Bachtiar mengungkapkan uji seismik itu memakan banyak waktu dan biaya yang besar.
Seperti diketahui, sekira Agustus 2010 yang lalu Pemprov Jawa Timur menyerahkan rekomendasi kepada pemerintah pusat agar 45 RT di Desa Ketapang, Mindi, Pamotan, dan Besuki Timur dimasukkan dalam peta terdampak luapan lumpur.
Namun sayangnya meski sudah diserahkan sejak tahun lalu, hingga kini pemerintah pusat belum menentukan apakah lahan warga akan masuk dalam peta terdampak sehingga berhak mendapatkan ganti rugi.
Karena itu sekira 150 warga mendatangi kantor Gubernur Jawa Timur untuk menuntut pemerintah segera menerbitkan payung hukum berupa Perpres agar lahan mereka bisa masuk peta terdampak.
okezone.com
1 komentar:
SELAMA RAKYAT SIDOARJO TIDKA BERSATU, KORBAN AKAN BERJATUHAN DAN AKAN TERUS MENENGELAMKAN RUMAH-RUMAH WARGA......
GANYANG SBY....
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.