Kepolisian Resort Daerah Sidoarjo, Jawa Timur, mulai mengusut dugaan adanya penyelewengan dana jual beli tanah dan aset korban lumpur Lapindo yang di lakukan oleh Oknum pegawai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Polisi memeriksa tim verifikasi tanah dan lahan warga. Bahkan proses pemeriksaan mengarah kepada sejumlah pejabat BPLS. Di antaranya, Kepala BPLS Soenarso, dan Deputi Bidang Sosial Sutjahyono. "Kami masih melakukan penyelidikan,” kata Ernsto.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sidoarjo Ajun Komisaris Polisi Ernesto Saiser menjelaskan, polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi. Selain korban Lapindo di Dusun Ginonjo, Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Polisi juga memeriksa Notaris, perangkat desa dan kepala desa Besuki.
Soenarso dan Sutjahyono, sebenarnya diagendakan dimintai keterangan hari ini. Namun keduanya tidak memenuhi panggilan. Soenarso justeru mewakilkannya kepada Kepala Sub Bagian Kelompok Kerja (Pokja) Pengamanan Komisaris Besar Polisi (Purnawirawan) Soegianto.
Kepada polisi yang memeriksanya, Soegianto menjelaskan kedua pejabat BPLS itu sedang melaksanakan tugas dan tak bisa menghadiri panggilan polisi untuk menjalani pemeriksaan. penyidikan. Akibatnya, pemeriksaan terhadap keduanya ditunda.
Pejabat BPLS malah meminta proses pemeriksaan dilakukan di kantor BPLS di Jalan Gayung Kebonsari, Surabaya.
Ketika dimintai konfirmasi, Soenarso mengatakan belum menerima surat panggilan dari kepolisian untuk diperiksa, termasuk diperiksa sebagai saksi. Namun, Soenarso mempersilahkan proses hukum terus berjalan.
Soenarso bahkan mempersilahkan aparat penegak hukum menindak aparat BPLS yang terbukti bersalah. "Kami berkomitmen tidak akan melindungi siapapun yang bersalah," ujarnya.
Kasus ini dipicu proses pembayaran jual beli lahan dan aset korban lumpur Lapindo di luar peta terdampak di Desa Besuki, Kecamatan Jabon.
Prosesnya bermasalah karena sembilan kepala keluarga menerima pembayaran dua kali lipat lebih besar dari nilai lahan dan aset yang dimiliki. Rata-rata luas sawah gogol warga antara 1.000 meter persegi hingga 1.400 meter persegi.
Pembayaran dilangsungkan tahun 2008 sebesar 20 persen dari total nilai transaksi, dan tahun 2009 sebanyak 30 persen. BPLS diduga melakukan pembayaran melebihi jumlah seharusnya sehingga mengalir dana mencapai Rp 560 juta. Diduga terjadi kesalahan dalam pengukuran dan pendataan lahan warga.
Sebelumnya warga telah mengembalikan uang yang kelebihan sebanyak Rp 540 juta. Pembayaran dilakukan melalui aparat desa setempat. Namun, belakangan warga mengetahui uang tersebut tidak dikembalikan ke kas negara.
Warga kemudian mengirimkan surat somasi kepada pemerintahan desa setempat. Uang dikembalikan kepada warga. Namun warga melaporkan perkara tersebut kepada kepolisian
Pejabat BPLS malah meminta proses pemeriksaan dilakukan di kantor BPLS di Jalan Gayung Kebonsari, Surabaya.
Ketika dimintai konfirmasi, Soenarso mengatakan belum menerima surat panggilan dari kepolisian untuk diperiksa, termasuk diperiksa sebagai saksi. Namun, Soenarso mempersilahkan proses hukum terus berjalan.
Soenarso bahkan mempersilahkan aparat penegak hukum menindak aparat BPLS yang terbukti bersalah. "Kami berkomitmen tidak akan melindungi siapapun yang bersalah," ujarnya.
Kasus ini dipicu proses pembayaran jual beli lahan dan aset korban lumpur Lapindo di luar peta terdampak di Desa Besuki, Kecamatan Jabon.
Prosesnya bermasalah karena sembilan kepala keluarga menerima pembayaran dua kali lipat lebih besar dari nilai lahan dan aset yang dimiliki. Rata-rata luas sawah gogol warga antara 1.000 meter persegi hingga 1.400 meter persegi.
Pembayaran dilangsungkan tahun 2008 sebesar 20 persen dari total nilai transaksi, dan tahun 2009 sebanyak 30 persen. BPLS diduga melakukan pembayaran melebihi jumlah seharusnya sehingga mengalir dana mencapai Rp 560 juta. Diduga terjadi kesalahan dalam pengukuran dan pendataan lahan warga.
Sebelumnya warga telah mengembalikan uang yang kelebihan sebanyak Rp 540 juta. Pembayaran dilakukan melalui aparat desa setempat. Namun, belakangan warga mengetahui uang tersebut tidak dikembalikan ke kas negara.
Warga kemudian mengirimkan surat somasi kepada pemerintahan desa setempat. Uang dikembalikan kepada warga. Namun warga melaporkan perkara tersebut kepada kepolisian
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.