Dua Pejabat Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo Sidoarjo (BPLS) diperiksa Kepolisian Resor Sidoarjo, di kantor keduanya, Jalan Gayung, Surabaya, Rabu (16/3).
Kedua pejabat tersbut adalah deputi infrastruktur Karyadi dan Kepala Bagian Keuangan Sriyono. Pemeriksaan dialihkan dari markas Kepolisian Sidoarjo ke kantor atas permintaan Badan Penanggulangan Lumpur Lapindo Sidoarjo (BPLS). "Keduanya beralasan tak bisa meninggalkan kantor karena pekerjaan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sidoarjo, Ajun Komisaris Ernesto Saiser.
Penyidik mengabulkan permintaan keduanya dengan alasan kedua orang itu berstatus sebagai saksi. Alasannya polisi berinsiatif menjemput bola dalam mencari bahan dan keterangan.
Dalam pemeriksaan, Karyadi menjelaskan permohonan pengukuran tanah warga. Adapun Sriyono menjelaskan tugasnya sebagai pemegang keuangan BPLS. Ernesto enggan merinci materi pemeriksaan.
Dalam penyelidikan ini, Ernesto menjelaskan, penyimpangan dana jual beli lahan semakin jelas. Oknum Badan dicurigai sengaja menyelewengkan dana jual beli. Menurut dia, penyaluran dana diduga melanggar standar operasional.
Sejauh ini, polisi memeriksa 45 saksi, termasuk sejumlah korban Lapindo di Dusun Ginonjo Desa Besuki Jabon, Notaris, serta beberapa perangkat desa dan Kepala desa Besuki.
Dalam penyelidikan ini, Ernesto menjelaskan, penyimpangan dana jual beli lahan semakin jelas. Oknum Badan dicurigai sengaja menyelewengkan dana jual beli. Menurut dia, penyaluran dana diduga melanggar standar operasional.
Sejauh ini, polisi memeriksa 45 saksi, termasuk sejumlah korban Lapindo di Dusun Ginonjo Desa Besuki Jabon, Notaris, serta beberapa perangkat desa dan Kepala desa Besuki.
Usai memintai keterangan saksi ahli, penyidik kepolisian brencana memintai keterangan auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan serta saksi ahli pidana Universitas Airlanga Surabaya.
Pembayaran jaul beli lahan dan aset korban lumpur Lapindo di luar peta terdampak Desa Besuki Jabon bermasalah karena sembilan kepala keluarga menerima pembayaran dua kali lipat lebih besar dari nilai lahan dan aset mereka. Rata-rata luas sawah gogol warga antara 1.000 meter persegi hingga 1.400 meter persegi.
Pembayaran jual beli dilakukan pada 2008 sebesar 20 persen dari total nilai transaksi dan 2009 sebanyak 30 persen. Diduga total BPLS mengalami kelebihan membayar mencapai Rp 560 juta. Diduga terjadi kesalahan dalam mengukuran dan pendataan lahan warga.
Sebelumnya warga telah mengembalikan uang sebesar Rp 540 juta yang dianggap kelebihan pembayaran melalui aparat desa. Namun, warga mengetahui uang tak dikembalikan ke kas negara. Warga mengirimkan surat somasi kepada pemerintahan desa. Selanjutnya, uang diserahkan kembali kepada warga. Warga pula yang melaporkan perkara ini ke Kepolisian.
Pembayaran jaul beli lahan dan aset korban lumpur Lapindo di luar peta terdampak Desa Besuki Jabon bermasalah karena sembilan kepala keluarga menerima pembayaran dua kali lipat lebih besar dari nilai lahan dan aset mereka. Rata-rata luas sawah gogol warga antara 1.000 meter persegi hingga 1.400 meter persegi.
Pembayaran jual beli dilakukan pada 2008 sebesar 20 persen dari total nilai transaksi dan 2009 sebanyak 30 persen. Diduga total BPLS mengalami kelebihan membayar mencapai Rp 560 juta. Diduga terjadi kesalahan dalam mengukuran dan pendataan lahan warga.
Sebelumnya warga telah mengembalikan uang sebesar Rp 540 juta yang dianggap kelebihan pembayaran melalui aparat desa. Namun, warga mengetahui uang tak dikembalikan ke kas negara. Warga mengirimkan surat somasi kepada pemerintahan desa. Selanjutnya, uang diserahkan kembali kepada warga. Warga pula yang melaporkan perkara ini ke Kepolisian.
Sumber : tempointeraktif.com
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.