Humanitus Symposium on Indonesia’s Mud Volcano yang
berlangsung pada 25-26 Mei 2011 di Sidoarjo, menuai kecaman dari Andang
Bachtiar, Ketua Dewan Penasehat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Andang yang pernah menjadi ketua IAGI itu menyayangkan langkah panitia
dan menilainya sebagai upaya penggiringan.
Simposium ilmiah itu diselenggarakan Humanitus Foundation — lembaga
swadaya masyarakat non-politik, non-agama yang berpusat di Australia —
dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Hajatan ini dilakukan
untuk memperingati lima tahun lumpur Lapindo yang pertama kali menyembur
pada 29 Mei 2006 di Desa Renokenongo, Sidoarjo dan sampai sekarang
belum berhenti.
Ada 17 ilmuwan berbagai negara dan empat dari Indonesia yang menjadi
pembicara. Mereka adalah Richard Davies (Durham University), Mark
Tingay (Adelaide University), Adriano Mazzini (Oslo University), Loyc
Vanderkluysen dan Amanda Clarke (Arizona State University), Igor Kadurin
(Russian Institute Electro Physics), Sergey Kadurin (Odessa National
University) dan Wataru Tanikawa (Jamstec, Jepang).
Sementara pembicara dari Indonesia adalah Sukendar Asikin (ITB),
Awang Harun Satyana (BP Migas), Agus Guntoro dan Sayogi Sudarman
(Universitas Trisakti). Sejumlah ahli geologi dan perminyakan hadir
sebagai peserta antara lain Yusuf Surachman (pejabat di Bakosurtanal),
Bambang Istadi (Lapindo Brantas), dan Edi Sunardi (Universitas
Pajajaran).
Diantara pembicara dan peserta hanya Richard Davies yang sejak awal
menyebut semburan lumpur dipicu aktivitas pengeboran dari perusahaan
milik Grup Bakrie.
“Lupakanlah soal pemicu, jauh lebih penting saat ini menangani para
korban,” kata Direktur Eksekutif Humanitus, Jeffrey Richards.
Wakil Kepala BPLS Hardi Prasetya menjelaskan pembicara yang diundang
adalah yang pernah melakukan penelitian dan hasilnya diterbitkan jurnal
ilmiah. “Ada dalam Lusi Library kami,” kata Hardi, guru besar ilmu
geologi. ”Andang Bachtiar tidak pernah menulis di jurnal ilmiah
internasional tentang lumpur panas ini.” Kami, katanya, tidak bisa
menyetir pendapat para ilmuwan mancanegara yang telah
memiliki reputasi.
Menyoroti simposium ini, Andang Bachtiar yang mengaku sebagai geolog
merdeka dan Chairman Exploration Think Tank Indonesia, mengirimkan surat
protes. Berikut isi surat tersebut:
“Pada
29 Mei 2011 genap 5 tahun tragedi lumpur Lapindo. Usaha bersih-bersih
diri masih terus dan makin menjadi, memanfaatkan momen ini. Ada acara
simposium yang diselengarakan Humanitus Foundation dan Badan
Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dengan mengumpulkan para ahli
asing. Sayangnya ITS, UGM, ITB, Badan Geologi, BPPT, LIPI yang telah
melakukan riset juga IAGI, HAGI, IATMI yang punya perspektif unik
tentang lumpur Lapindo tidak diberi waktu melakukan presentasi. Mereka
cukup diundang sebagai penggembira saja.
Jadi ingat dulu, Februari 2007, IAGI pernah dijadikan ajang
justifikasi dengan membuat seminar pincang tak berimbang. Pro-gempa
dipersilakan bicara di panggung, yang menganggap itu kesalahan pemboran
di floor saja. Sampai-sampai senior bekas Ketua IAGI Prof Koesoemadinata
membuat surat terbuka memprotes pincangnya acara tersebut. Terus di
Afrika Selatan acara AAPG: lumpur Lapindo sempat disesi khususkan dan
berakhir dengan lebih banyak yang menganggap itu karena kecerobohan
pemboran.
Acara simposium ini hanya mewakili satu visi. Para ahli Indonesia
dari berbagai universitas dan lembaga penelitian hanya diundang
partisipasi mendengarkan dan diskusi dan mungkin juga akan dijadikan
legitimasi kesimpulan yang sudah ditulis sebelum dimulai.
Memang asyik menyimak ahli asing itu bicara, tapi lebih asyik lagi
kalau peneliti Indonesia juga punya waktu bicara. Bukan hanya dari
Lapindo & BPMIGAS saja. Lagian koq tendensius dan memihak banget:
kenapa justru Lapindo & wakil BP Migas yg bicara ? Mereka berdua
segendang sepenarian. Mustinya dari pihak-pihak lain – dari Universitas
terutama – yang lebih independen atau sekalian berseberangan madzhab
dengan mereka berdua juga bicara.
Rasanya seperti zaman penjajahan dan bodoh sekali kita ini karena
sebagian besar dari kita selalu menganggap expatriate lebih jago dari
kita sndiri. Memangnya mereka anggap apa: Amin Widodo (dari ITS),
Hasanuddin (ITB), Zainuddin (Badan Geologi), Ben Sapiie (ITB), Agus
Hendratno (UGM) dan lainnya yang juga riset & punya pendapat tentang
Lumpur Lapindo.
Terus kenapa cuma dari Lapindo dan BP Migas yang mereka undang
bicara? Apakah mereka tidak tahu Indonesia punya universitas dan lembaga
yang juga melakukan riset di Lumpur Lapindo?
Memang menyedihkan dan menjengkelkan, tapi itulah kenyataan: mental
inlander terjajah masih selalu ada di kepala kita. Bahkan di dunia sains
pun para administratur, birokrat dan politisi kita tidak bisa
menghargai saintisnya sendiri.
Jadi marilah kita sama-sama ke Porong, Sidoarjo pada 25-26 Mei ini
untuk menyerahkan harga diri keilmuan kita ke para ahli asing dan
menyediakan diri dimanfaatkan pihak tertentu untuk bersih-bersih.
Salam, Andang Bachtiar (Arema, Geologist Merdeka, Ketua Dewan Penasehat IAGI, Chairman Exploration Think Tank Indonesia).
http://hotmudflow.wordpress.com/2011/05/28/protes-penasehat-ahli-geologi-pada-simposium-lumpur-lapindo/#more-3222
http://hotmudflow.wordpress.com/2011/05/28/protes-penasehat-ahli-geologi-pada-simposium-lumpur-lapindo/#more-3222
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.