Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Kamis, 02 Agustus 2012

Keluarga Curiga Niat Suwandi, Pejalan Kaki Lapindo



Sidoarjo - Keluarga pejalan kaki Porong-Jakarta Hari Suwandi kaget melihat perubahan sikap Hari. "Saya kaget melihat di televisi TV One, Rabu malam, saya tidak bisa berbuat apa-apa karena itu keinginannya sendiri," kata Novi, salah seorang keluarganya, Jumat, 27 Juli 2012.

Ia mengatakan sebenarnya sejak awal telah melarang Hari melakukan jalan kaki karena curiga niatnya hanya untuk mendapatkan uang. "Ini masalah sensitif, saya tidak mau bicara banyak," ujar dia.

Menurut dia, sejak Hari berangkat ke Jakarta hingga saat ini, dirinya tidak pernah berkomunikasi. "Belum tahu sekarang masih di Jakarta atau sudah di Sidoarjo. Saya tidak melakukan komunikasi, baik mulai dia jalan kaki hingga saat ini. Saya memantau dari media dan jejaring sosial," ujarnya.

Hari Suwandi adalah korban lumpur yang rumah dan tanahnya di Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, terendam semburan lumpur Lapindo pada 2006 lalu. Alat kerjanya, yaitu empat mesin jahit dan bahan-bahan kulit dompet dan tas, turut terendam ganasnya luapan lumpur. Ia mendapat ganti rugi kurang lebih Rp 140 juta untuk rumah dan tanah yang tenggelam. Semua ganti rugi itu telah dibayar lunas oleh Minarak Lapindo Jaya.

Namun berkali-kali Hari menegaskan ganti rugi itu tidak cukup mengembalikan masa lalunya. Bapak tiga anak dan kakek empat cucu ini kehilangan mata pencaharian sebagai pembuat dompet dan tas, demikian juga istrinya yang bekerja pada industri mebel rotan. Hari, yang sebelumnya mempunyai empat karyawan untuk industri kecil-kecilan, kini terlunta-lunta karena kesulitan mendapat pekerjaan dan modal. Ia kini pun tinggal di rumah separuh jadi dengan atap asbes yang tanahnya masih sewa.

Berbagai musibah pun menimpa keluarganya setelah rumah dan asetnya tenggelam. Pembayaran ganti rugi sebesar Rp 40 juta yang dibawa istri dan anaknya saat naik kendaraan umum raib tak berbekas dirampok dengan memakai gendam. Satu-satunya harta yang masih tersisa, yaitu sepeda motor, pun dikemplang tetangganya sendiri.

"Niat jalan kaki itu dari dirinya sendiri, nggak ada yang bisikin. Semua anak-anaknya menangis agar ia mengurungkan niatnya untuk jalan kaki ke Jakarta. Tapi dia kekeuh karena ini jihad katanya," tutur istri Hari, Sri Batih, 44 tahun, sembari menangis sesenggukan saat dijumpai di rumahnya di Kejaksen, Tulangan, Sidoarjo, pada pertengahan Juni lalu.

Satu hari menjelang kedatangannya di Jakarta, Hari mengatakan, "Saya akan tetap bertahan di Jakarta sampai bisa bertemu dengan SBY dan Aburizal Bakrie. Saya berjuang bukan untuk diri saya sendiri tapi untuk anak cucu saya dan korban Porong lainnya. Doakan saya, Mbak."

Namun, tampaknya kata-kata tersebut tinggal kenangan karena Hari pun raib tanpa bisa dihubungi wartawan atau rekan-rekannya setelah muncul di salah satu televisi nasional.


Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More