Belum tuntasnya masalah pembayaran
ganti rugi korban lumpur Lapindo tidak hanya berdampak pada perekonomian warga
yang kian terpuruk. Persoalan pendidikan anak korban lumpur Lapindo menjadi
salah satu permasalahan yang banyak dilupakan, terlebih setelah puluhan sekolah
tergusur oleh lumpur panas.
200 lebih anak usia sekolah masih
belum memperoleh kejelasan tentang kelanjutan masa depannya, pasca tenggelamnya
30 lebih gedung sekolah oleh lumpur panas Lapindo. Bantuan pemerintah kepada
korban lumpur hanya sebatas bantuan sosial untuk biaya hidup, tanpa melihat
kebutuhan anak-anak yang juga penting.
Sekelompok warga masyarakat
membentuk 'Sahabat Anak Lumpur', sebagai bentuk kepedulian sekaligus
keprihatinan terhadap pendidikan anak korban lumpur, yang kurang diperhatikan.
Kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)
berperan aktif dalam penggalangan dana bagi pendidikan anak-anak korban lumpur
Lapindo.
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur,
Bambang Catur Nusantara mengatakan, gerakan donasi seribu rupiah untuk
pendidikan anak korban lumpur Lapindo sangat diperlukan, termasuk melalui
penjualan album lagu Pulihkan Indonesia karya para musisi yang peduli.
Ia mengatakan, “Kami bekerjasama
dengan beberapa musisi untuk melakukan penggalangan sebenarnya donasi, ini aksi
kampanye seribu rupiah untuk pendidikan anak korban lumpur Lapindo. Beberapa
proses di waktu lalu bersama terutama teman-teman Fadli dan Rindra, untuk
mengkampanyekan bagaimana yang saat ini ada kebutuhan sekitar 52 juta itu bisa
terpenuhi untuk pendidikan anak-anak ini bisa terselamatkan.”
LSM Walhi berperan aktif dalam
penggalangan dana bagi pendidikan anak-anak korban lumpur Lapindo dengan
meluncurkan gerakan donasi seribu rupiah (17/10).
Mohammad Irsyad, perwakilan warga
korban lumpur Lapindo asal Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo,
mengakui upaya penggalangan donasi untuk pendidikan anak korban lumpur Lapindo
sangat dibutuhkan, ditengah kondisi perekonomian keluarga yang tidak menentu
akibat pembayaran ganti rugi yang belum juga tuntas.
“Di saat orang tuanya bermasalah
soal mata pencahariannya, kemudian yang bekerja pabrik, juga banyak pabrik yang
tenggelam sehingga jadi pengangguran, dan ini bermasalah dengan anak-anaknya
yang bersekolah. Gerakan donasi seribu rupiah ini sangat bermanfaat sekali dan
sangat diharapkan memang, dan ini sangat membantu orang tua. Ada beberapa yang
terpaksa tidak sekolah karena orang tuanya memang benar-benar sudah tidak mampu
lagi, ” ujar Irsyad.
Zulfikarochma, anak korban lumpur
Lapindo yang masih bersekolah di Sekolah Dasar berharap pemerintah lebih peka
dan peduli terhadap kondisi korban lumpur Lapindo, terutama pendidikan
anak-anak yang sekolahnya menumpang di sekolah lain karena sekolah yang lama
tenggelam oleh lumpur panas.
Zulfikarochma mengatakan, “Harapan
saya sih, semoga pemerintah bisa melihat Desa Besuki yang sudah kena lumpur
Lapindo, dan tolong, orang yang tidak mampu dikasih bantuan untuk kesehatan.
Untuk anak-anak sekolah juga begitu, minta diperbaiki (gedung sekolahnya).”
Fadli, Vokalis Grup Band PADI,
sebagai salah satu bagian dari gerakan Sahabat Anak Lumpur, mengajak seluruh
lapisan masyarakat di Indonesia untuk terlibat dalam aksi donasi ini, untuk
mengangkat pendidikan anak korban lumpur Lapindo yang kurang diperhatikan.
Ia mengatakan, “Saya mengajak semua
ikut membantu, sama-sama kita bergerak untuk melakukan sesuatu buat anak-anak
korban lumpur Lapindo ini.”
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.