Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Sabtu, 01 Oktober 2011

6 Sertifikat Suparjo Pindah Tangan Dikerjai Notaris dan Pengusaha


Banyaknya permasalahan perampasan hak kepemilikan tanah dan bangunan kerap terjadi di seluruh wilayah negri ini, beraneka macam modus digunakan para pelaku mafia tanah dan bangunan untuk mendapatkan perolehan hak kepemilikan tanah dan bangunan milik orang lemah yang tidak paham hukum pertanahan.

Para pengusaha sering kali menggunakan kekuatan uang yang dimilikinya demi untuk memenuhi kepentingan pribadinya, biasanya mereka bekerjasama dengan lurah, kepala desa, dan sekretaris desa hingga pihak notaris. Banyaknya pelaku yang berlindung pada pejabat birokrasi, pihak berwajib sehingga para pelaku bisa bebas dan tidak takut untuk terus beraksi merampas tanah dan bangunan yang strategis.

Suparjo (35 tahun) warga desa tegalagung kecamatan Semanding Kabupaten Tuban, delapan tahun harus berjuang keras untuk mendapatkan enam sertifikat kepemilikannya, Suparjo warga desa yang tidak paham hukum dan lugu seperti pada umumnya warga desa lainnya, dengan mudah ditipu dan dipermainkan Hendri Wijaya (53 tahun) dan notaris nurul Yaqin.

Pada mulanya Suparjo ditawari kerjasama oleh Hendri Wijaya, suparjo diminta memberikan modal untuk meneruskan dealer SRIKANDI MOTOR, Suparjo diminta untuk menyuntikan dana operasional dan membayar gaji karyawan, dengan kesepakatan pemodal mendapatkan 60 persen dan pengelola mendapatkan 40 persen. Akhir tahun 2000 dijanjikan pembagian keuntungan, tapi tidak dipenuhi oleh Hendri Wijaya dengan alasan kredit belum lunas, kemudian Hendri Wijaya meminta Suparjo untuk membuka dealer sepeda motor merek jepang, suparjo dijanjikan mendapat keuntungan sebesar 50.000 rupiah per unit kendaraan bermotor yang laku terjual. Termasuk komisi dari dari bank pembiayaan kredit bermotor.

Pada tahun 2001 SUZUKI TUBAN MOTOR berhasil didirikan dan hak tersebut diberikan kepada Suparjo, namun untuk hak Suparjo 40 persen sebagai pengelola pada SRIKANDI MOTOR tidak diberikan kepada suparjo, sejak SUZUKI TUBAN MOTOR berdiri dan berjalan, semua transaksi SRIKANDI MOTOR dihentikan sehingga hanya menerima sisa penagihan saja.

Saat melanjutkan akta pendirian SUZUKI TUBAN MOTOR kebentuk ijin usaha CV pihak notaris Nurul Yaqin mengatakan kepada Suparjo jika pembuatan CV tidak bisa didirikan dan dibuat apabila tidak memiliki hubungan keluarga dengan Hendri Wijaya. Malah hasil keuntungan dan komisi penjualan motor SUZUKI untuk Suparjo dikurangi oleh Hendri Wijaya menjadi 25.000 ribu, dengan alasan keuntungan mulai berkurang, kegiatan SRIKANDI MOTOR dihentikan oleh Hendri Wijaya dan keuntungan 40 persen yang menjadi milik Suparjo tidak diberikan.

Namun, Hendri Wijaya malah meminjam satu sertifikat seluas 7.350 meter dengan nilai sebesar 74.280.000, untuk menutup biaya operasional SRIKANDI MOTOR serta dijanjikan akan dikembalikan 80.000.000 dalam waktu satu tahun. Pinjaman sertifikat dan keuntungan tidak diberikan oleh Hendri Wijaya dengan segala trik dan akal liciknya Hendri Wijaya meminta enam sertifikat milik Suparjo dan 1 Sertifikat yang sudah diserahkan pada agustus 2003 lalu, untuk dijaminkan ke BANK, beberapa bulan kemudian Hendri Wijaya melunasi pinjaman ke bank dan tujuh sertifikat milik Suparjo dititipkan Hendri Wijaya kepada notaris Nurul Yaqin termasuk membuat akte pernyataan hutang dan akte kuasa penawaran.

Memasuki tahun 2007 Suparjo berniat menjual salah satu tanah miliknya yang berada di desa Tegalagung dan pembelinya menyepakati soal harga tanah tersebut sebesar 300 000.000, lalu Suparjo meminta Sertifikat miliknya yang dititipkan Hendri Wijaya kepada notaris Nurul Yaqin, Sertifikat tidak diberikan ke Suparjo, notaris Nurul Yaqin mengatakan ke Suparjo enam sertifikat miliknya Suparjo sudah diberikan kepada Hendri Wijaya.

Karena notaris tidak bertanggungjawab akhirnya Suparjo melaporkan ke Polres Tuban, dan Polres Tuban menjadi mediator untuk mempertemukan kedua belah pihak, saat Hendri Wijaya ke Polres Tuban dia mengatakan memiliki bukti enam akta Jual beli tanah milik suparjo. Padahal, Suparjo tidak pernah melakukan transaksi jual beli tanah dengan Hendri Wijaya.

Polres Tuban meminta Suparjo untuk menggugat secara perdata tanpa ada tindak lanjut tentang laporan penipuan akte jual beli tersebut, pada tahun 2010 Suparjo mencoba menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dengan Hendri Wijaya maupun kepada notaris Nurul Yaqin tapi tidak pernah ada tanggapan, bahkan notaris Nurul Yaqin menyarakan kepada Suparjo untuk meminta sertifikatnya ke Hendri Wijaya. Suparjo bersama temannya mendatangi Hendri Wijaya ke salah satu tokonya. Namun, Hendri Wijaya tetap tidak mau memberikan dengan alasan bahwa Hendri Wijaya sudah membeli tanah tersebut.

Karena tidak pernah merasa menjual tanah miliknya, Suparjo pun meminta bukti akta jual belinya, karena tidak bisa menunjukan bukti aktanya Hendri Wijaya merasa terganggu dengan kedatangan Suparjo, kemudian Hendri Wijaya melaporkan ke Polsek Tuban Kota dengan alasan membuat keributan, lantas Suparjo pun dimintai keterangan di Polsek Tuban Kota setelah mendengarkan kronologisnya. Polsek Tuban Kota menyarakan Suparjo untuk melaporkan balik dugaan penipuan dan penggelapan sertifikat miliknya yang dikuasi Hendri Wijaya, Suparjo pun membuat laporan.

Saat Polsek Tuban Kota menindak lajuti dan memproses laporan yang dibuat Suparjo, pihak Hendri Wijaya datang ke Polsek Tuban kota dengan membawa dua belas akta, Suparjo pun mendapat penjelasan dari Polsek Tuban Kota perihal Akta tersebut setelah mengetahui akte dan memeriksa aktanya, merasa mengenal Kuswarno (43 tahun) tercantum sebagai saksi dalam akta jual beli lantas Suparjo mendatangi Kuswarno menayakan kebenaran apakah Kuswarno betul menjadi saksi seperti yang tercantum dalam akte tersebut.

Kuswarno merasa tidak pernah bertanda tangan dan menjadi saksi, Kuswarno pun membuat surat pernyataan bahwa dirinya tidak pernah menandatangin dan menyaksikan proses pembuatan akta yang dibuat oleh notaris Nurul Yaqin pada tanggal 29 Juni tahun 2004 dengan no.82,83,84,85,86,87,88,89,90,91,92 dan no 93.

Pada saat Suparjo melakukan gugatan pidana tentang penipuan, penggelapan sertifikatnya dan pemalsuan akte jual beli yang dibuat oleh Hendri Wijaya di notaris Nurul Yaqin, dan melaporkan ulah notaris Nurul Yaqin kepada Dewan Majelis Pengawas Notaris Daerah, Suparjo mendapatkan jawaban yang melegakan bahwa akta yang dibuat notaris Nurul Yaqin kuat indikasinya adanya dugaan pemalsuan atas akta-akta tersebut, anehnya justru gugatan pidana tersebut dibuat menjadi gugatan perdata ONE PRESTASI oleh pengadilan.

Sungguh ironis bagaiman penegakan hukum di negri in sangat kacau dan para penegak hukum justru mempermainkan orang kecil seperti pak Suparjo yang terus berjuang untuk mendapatkan haknya. Mungkin masih banyak Suparjo-Suparjo lain yang mengalami nasib sama.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More