Banyaknya permasalahan perampasan hak kepemilikan tanah dan bangunan kerap
terjadi di seluruh wilayah negri ini, beraneka macam modus digunakan para
pelaku mafia tanah dan bangunan untuk mendapatkan perolehan hak kepemilikan
tanah dan bangunan milik orang lemah yang tidak paham hukum pertanahan.
Para pengusaha sering kali menggunakan kekuatan uang yang dimilikinya demi
untuk memenuhi kepentingan pribadinya, biasanya mereka bekerjasama dengan
lurah, kepala desa, dan sekretaris desa hingga pihak notaris. Banyaknya pelaku
yang berlindung pada pejabat birokrasi, pihak berwajib sehingga para pelaku
bisa bebas dan tidak takut untuk terus beraksi merampas tanah dan bangunan yang
strategis.
Suparjo (35 tahun) warga desa tegalagung kecamatan Semanding Kabupaten
Tuban, delapan tahun harus berjuang keras untuk mendapatkan enam sertifikat
kepemilikannya, Suparjo warga desa yang tidak paham hukum dan lugu seperti pada
umumnya warga desa lainnya, dengan mudah ditipu dan dipermainkan Hendri Wijaya (53
tahun) dan notaris nurul Yaqin.
Pada mulanya Suparjo ditawari kerjasama oleh Hendri Wijaya, suparjo diminta
memberikan modal untuk meneruskan dealer SRIKANDI MOTOR, Suparjo diminta untuk
menyuntikan dana operasional dan membayar gaji karyawan, dengan kesepakatan
pemodal mendapatkan 60 persen dan pengelola mendapatkan 40 persen. Akhir tahun
2000 dijanjikan pembagian keuntungan, tapi tidak dipenuhi oleh Hendri Wijaya
dengan alasan kredit belum lunas, kemudian Hendri Wijaya meminta Suparjo untuk
membuka dealer sepeda motor merek jepang, suparjo dijanjikan mendapat
keuntungan sebesar 50.000 rupiah per unit kendaraan bermotor yang laku terjual.
Termasuk komisi dari dari bank pembiayaan kredit bermotor.
Pada tahun 2001 SUZUKI TUBAN MOTOR berhasil didirikan dan hak tersebut
diberikan kepada Suparjo, namun untuk hak Suparjo 40 persen sebagai pengelola pada
SRIKANDI MOTOR tidak diberikan kepada suparjo, sejak SUZUKI TUBAN MOTOR berdiri
dan berjalan, semua transaksi SRIKANDI MOTOR dihentikan sehingga hanya menerima
sisa penagihan saja.
Saat melanjutkan akta pendirian SUZUKI TUBAN MOTOR kebentuk ijin usaha CV
pihak notaris Nurul Yaqin mengatakan kepada Suparjo jika pembuatan CV tidak bisa
didirikan dan dibuat apabila tidak memiliki hubungan keluarga dengan Hendri
Wijaya. Malah hasil keuntungan dan komisi penjualan motor SUZUKI untuk Suparjo
dikurangi oleh Hendri Wijaya menjadi 25.000 ribu, dengan alasan keuntungan
mulai berkurang, kegiatan SRIKANDI MOTOR dihentikan oleh Hendri Wijaya dan
keuntungan 40 persen yang menjadi milik Suparjo tidak diberikan.
Namun, Hendri Wijaya malah meminjam satu sertifikat seluas 7.350 meter
dengan nilai sebesar 74.280.000, untuk menutup biaya operasional SRIKANDI MOTOR
serta dijanjikan akan dikembalikan 80.000.000 dalam waktu satu tahun. Pinjaman
sertifikat dan keuntungan tidak diberikan oleh Hendri Wijaya dengan segala trik
dan akal liciknya Hendri Wijaya meminta enam sertifikat milik Suparjo dan 1
Sertifikat yang sudah diserahkan pada agustus 2003 lalu, untuk dijaminkan ke
BANK, beberapa bulan kemudian Hendri Wijaya melunasi pinjaman ke bank dan tujuh
sertifikat milik Suparjo dititipkan Hendri Wijaya kepada notaris Nurul Yaqin
termasuk membuat akte pernyataan hutang dan akte kuasa penawaran.
Memasuki tahun 2007 Suparjo berniat menjual salah satu tanah miliknya yang
berada di desa Tegalagung dan pembelinya menyepakati soal harga tanah tersebut
sebesar 300 000.000, lalu Suparjo meminta Sertifikat miliknya yang dititipkan
Hendri Wijaya kepada notaris Nurul Yaqin, Sertifikat tidak diberikan ke
Suparjo, notaris Nurul Yaqin mengatakan ke Suparjo enam sertifikat miliknya
Suparjo sudah diberikan kepada Hendri Wijaya.
Karena notaris tidak bertanggungjawab akhirnya Suparjo melaporkan ke Polres
Tuban, dan Polres Tuban menjadi mediator untuk mempertemukan kedua belah pihak,
saat Hendri Wijaya ke Polres Tuban dia mengatakan memiliki bukti enam akta Jual
beli tanah milik suparjo. Padahal, Suparjo tidak pernah melakukan transaksi
jual beli tanah dengan Hendri Wijaya.
Polres Tuban meminta Suparjo untuk menggugat secara perdata tanpa ada
tindak lanjut tentang laporan penipuan akte jual beli tersebut, pada tahun 2010
Suparjo mencoba menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dengan Hendri
Wijaya maupun kepada notaris Nurul Yaqin tapi tidak pernah ada tanggapan,
bahkan notaris Nurul Yaqin menyarakan kepada Suparjo untuk meminta
sertifikatnya ke Hendri Wijaya. Suparjo bersama temannya mendatangi Hendri
Wijaya ke salah satu tokonya. Namun, Hendri Wijaya tetap tidak mau memberikan dengan
alasan bahwa Hendri Wijaya sudah membeli tanah tersebut.
Karena tidak pernah merasa menjual tanah miliknya, Suparjo pun meminta
bukti akta jual belinya, karena tidak bisa menunjukan bukti aktanya Hendri Wijaya
merasa terganggu dengan kedatangan Suparjo, kemudian Hendri Wijaya melaporkan
ke Polsek Tuban Kota dengan alasan membuat keributan, lantas Suparjo pun
dimintai keterangan di Polsek Tuban Kota setelah mendengarkan kronologisnya. Polsek
Tuban Kota menyarakan Suparjo untuk melaporkan balik dugaan penipuan dan
penggelapan sertifikat miliknya yang dikuasi Hendri Wijaya, Suparjo pun membuat
laporan.
Saat Polsek Tuban Kota menindak lajuti dan memproses laporan yang dibuat
Suparjo, pihak Hendri Wijaya datang ke Polsek Tuban kota dengan membawa dua
belas akta, Suparjo pun mendapat penjelasan dari Polsek Tuban Kota perihal Akta
tersebut setelah mengetahui akte dan memeriksa aktanya, merasa mengenal
Kuswarno (43 tahun) tercantum sebagai saksi dalam akta jual beli lantas Suparjo
mendatangi Kuswarno menayakan kebenaran apakah Kuswarno betul menjadi saksi seperti
yang tercantum dalam akte tersebut.
Kuswarno merasa tidak pernah bertanda tangan dan menjadi saksi, Kuswarno
pun membuat surat pernyataan bahwa dirinya tidak pernah menandatangin dan
menyaksikan proses pembuatan akta yang dibuat oleh notaris Nurul Yaqin pada tanggal
29 Juni tahun 2004 dengan no.82,83,84,85,86,87,88,89,90,91,92 dan no 93.
Pada saat Suparjo melakukan gugatan pidana tentang penipuan, penggelapan
sertifikatnya dan pemalsuan akte jual beli yang dibuat oleh Hendri Wijaya di
notaris Nurul Yaqin, dan melaporkan ulah notaris Nurul Yaqin kepada Dewan
Majelis Pengawas Notaris Daerah, Suparjo mendapatkan jawaban yang melegakan
bahwa akta yang dibuat notaris Nurul Yaqin kuat indikasinya adanya dugaan
pemalsuan atas akta-akta tersebut, anehnya justru gugatan pidana tersebut dibuat
menjadi gugatan perdata ONE PRESTASI oleh pengadilan.
Sungguh ironis bagaiman penegakan hukum di negri in sangat kacau dan para
penegak hukum justru mempermainkan orang kecil seperti pak Suparjo yang terus
berjuang untuk mendapatkan haknya. Mungkin masih banyak Suparjo-Suparjo lain
yang mengalami nasib sama.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.