Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Jumat, 09 September 2011

Diduga Tercemar Lumpur Lapindo, Ribuan Ikan Mati

Ikan nila budidaya petani tambak di Desa Permisan, Kecamatan Jabon, mati mendadak secara massal, Kamis, 8 September 2011. Kematian ikan terjadi sejak 15 hari lalu dan itu diduga akibat air tercemar aliran air yang berasal dari lumpur Lapindo.

Ikan yang mati itu mengambang disertai bercak merah di sekujur tubuhnya. Ikan yang mati rata-rata adalah ikan yang berumur tiga bulan dan memasuki masa panen. Akibat insiden itu, sekitar 200-an petani tambak mengaku merugi. Total tambak di Permisan seluas 875 hektare.

"Kematian ikan merata, total sekitar 10 ton," kata Umar Faruq, petani tambak yang merugi hingga Rp 90 juta. Sebab, harga ikan di pasaran sebesar Rp 9 ribu per kilogram. Ia memperkirakan kematian ikan disebabkan buruknya kualitas air yang digunakan untuk mengaliri tambak itu.

Menurut Umar, kualitas air sungai buruk karena tercemar aliran air yang berasal dari lumpur Lapindo. Namun hingga kini belum ada penelitian yang memastikan bahwa aliran lumpur Lapindo-lah yang mencemari tambak warga. "Saya berharap Dinas Perikanan dan Kelautan turun tangan mengatasi kematian ikan nila ini," katanya.

Selama ini, ikan nila dianggap paling kebal terhadap pencemaran air sungai. Umar sendiri beralih membudidayakan ikan nila setelah ikan bandeng dan udang yang dibudidayakannya mati serta pertumbuhannya lambat. Dari 100 hektare tambak miliknya, keuntungannya berkurang hingga Rp 1 miliar per tahun.

Kepala Seksi Budidaya Ikan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sidoarjo, Septiwati, mengaku belum mendapat laporan dari penyuluh yang bertugas di Permisan. Namun ia mengatakan akan segera memantau dan mengecek ke lapangan. "Kita belum mengambil contoh ikan dan air untuk meneliti di laboratorium," ujarnya.

Kepala Seksi Pengendalian Mutu Air, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sidoarjo, Alfi Handayani, membantah jika air lumpur Lapindo yang menyebabkan kematian ikan nila di Permisan. Sebab, konsentrasi garam dalam air lumpur Lapindo mencapai 20 ppt atau 20 gram per liter sehingga masih aman untuk budidaya ikan nila. "Sedangkan kandungan Hydrogen Sulfide (H2S) cepat menguap dan tak membahayakan ikan," ujarnya.

Alfi menduga kematian ikan tersebut disebabkan petani tambak tak pernah mereklamasi tambaknya. Akibatnya, terjadi kotoran ikan dan sisa makanan menumpuk dan meracuni ikan. "Terjadi infeksi primer, bakteri cepat berkembang saat ikan terluka," ujarnya.

Seharusnya, kata dia, petani secara rutin mereklamasi tambak secara rutin untuk membersihkan kotoran dan sisa makanan. Namun usai panen, petani tambak langsung menebar benih sehingga persiapan lahan tambak tak sempurna yang memicu berkembangnya penyakit dan bakteri.

http://www.tempointeraktif.com/hg/surabaya/2011/09/08/brk,20110908-355210,id.html

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More