Pembayaran Pelunasan Korban Lumpur Lapindo Masih Mendapatkan Janji Dari Minarak Lapindo Jaya Sekitar 250 Warga Korban Lumpur Lapindo Yang Tinggal Di Kahuripan Nirwan Terima Sertifikat Rumahnya Korban Leasing Sulit Mendapatkan Keadilan dari Kepolisian Polres Sidaorjo Tidak Menanggapai Laporan Korban Leasing Korban Leasing Takut Untuk Membuat Laporan Kepada Kepolisan Program Anak Asuh JAS MERAH untuk Anak-Anak Kurang Beruntung Isu Kudeta Tidak Terbukti, Lapas Di Jogja di Kudeta Pasukan Tidak Dikenal PT. MINARAK LAPINDO JAYA YANG BERJANJI MENYELESAIKAN SERTIFIKAT WARGA KAHURIPAN PADA BULAN OKTOBER, TIDAK TERBUKTI

Senin, 04 April 2011

Petisi 28: Rezim SBY Manipulasi Angka Statistik

Rezim pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai telah memanipulasi indikator dalam mengukur statistik ekonomi Indonesia sepanjang masa pemerintahannya, untuk menyembunyikan kegagalan pemerintah dalam mengelola anggaran dan perekonomian negara serta kesejahteraan rakyat.

"Pemerintah merekayasa standar pengukuran tingkat kemiskinan dan pengangguran, dua kriteria utama dalam mengukur keberhasilan pemerintahan SBY.

Rekayasa tersebut dimaksudkan agar diperoleh jumlah yang terus berkurang setiap tahun," ujar Koordinator Petisi 28, Haris Rusly Moti, saat Petisi 28 mendatangi kantor Badan Pusat Statistik (BPS), Kamis (31/3/2011).

Dalam kesempatan diterima pimpinan BPS itu, Petisi 28 melakukan protes dan memberikan catatan kepada kepada BPS dengan tema "Membongkar Penipuan SBY-Boediono Melalui Angka kemiskinan, Pengangguran dan lain-lain".

Haris Rusli menguraikan, indikator untuk mengukur tingkat kemiskinan tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp 211.726 per bulan per kapita atau Rp 7.058 rupiah per kapita per hari. 

Nilai tersebut berada di bawah standar yang ditetapkan Bank Dunia yaitu 1 USD atau Rp 9000 per kapita per hari. Dengan indikator tersebut maka diperoleh angka kemiskinan sebanyak 31,023 juta jiwa, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 1,506 juta jiwa.

"Jika indikator kemiskinan ditetapkan sesuai standar Bank Dunia, angka kemiskinan jauh lebih besar dari apa yang dipublikasikan pemerintah. Bahkan jika indikator untuk mengukur kemiskinan ditetapkan sebesar 2 USD sebagaimana yang dianut oleh banyak negara lain, angka kemiskinan di Indonesia dapat mencapai 48 persen dari jumlah penduduk Indonesia," ungkap juru bicara Petisi 28.

Menurut Haris, pemerintahan SBY juga merekayasa indikator dalam mengukur jumlah pengangguran. Menurutnya, seorang dikatakan telah bekerja jika melakukan pekerjaan selama satu jam kerja per minggu. Padahal, indikator ini sangat menyesatkan, karena dapat direkayasa sekehendak hati pemerintah, baik dengan menetapkan lokasi dan waktu survei.

"Seharusnya pemerintah menetapkan indikator tujuh sampai delapan jam kerja per minggu atau 15 jam kerja per minggu sebagaimana yang digunakan oleh banyak negara lainnya di dunia," papar mantan ketua umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini. 


http://jakartapress.com

0 komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.

KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DAN SUDI MEMBACA ARTIKEL-ARTIKEL YANG ADA PERJUANGAN KAMI TIDAK AKAN PERNAH BERHENTI KAMI TERUS AKAN MELAWAN SAMAPAI KAPANPUN BANTUAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT SANGAT KAMI BUTUHKAN, DERITA KAMI JANGAN DI BAWA KE RANAH POLITIK

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More