Cadangan gas metana batu bara (coal bed methane/CBM) Indonesia
mencapai 453 TCF yang tersebar dalam 11 cekungan. Dengan cadangan
sebesar itu, Indonesia termasuk negara dengan cadangan CBM terbesar
keenam di dunia. Rusia menempati posisi teratas dengan cadangan sekitar
450-2.000 TCF.
Demikian dikemukakan Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita H. Legowo dalam keterangan tertulis yang dikutip dari situs resmi Ditjen Migas, Selasa (11/10/2011).
Evita memaparkan, berdasarkan evaluasi yang dilakukan Advanced
Resources International, Inc (ARI) tahun 2003, Indonesia memiliki
cadangan CBM sekitar 400-453 TCF dan menempati posisi ke 6 di dunia.
Selengkapnya hasil evaluasi ARI mengenai cadangan CBM di dunia, sebagai
berikut:
1. Rusia: 450-2.000 TCF
2. China: 700-1.270 TCF
3. Amerika Serikat: 500-1.500 TCF
4. Australia/New Zealand: 500-1.000 TCF
5. Kanada: 360-460 TCF
6. Indonesia: 400-453 TCF
7. Afrika bagian Selatan: 90-220 TCF
8. Eropa bagian Barat: 200 TCF
9. Ukraina: 170 TCF
10. Turki: 50-110 TCF
11. India: 70-90 TCF
12. Kazakhstan: 40-60 TCF
13. Amerika bagian Selatan/Meksiko: 50 TCF
14. Polandia: 20-50 TCF.
Cadangan CBM Indonesia terutama berlokasi di Sumatera Selatan sebesar
183 TCF, Barito 101,6 TCF, Kutai 80,4 TCF dan Sumatera Tengah 52,5 TCF.
Pilot project CBM telah dilakukan Lemigas di Lapangan Rambutan pada
tahun 2004. Kontrak kerja sama CBM pertama dilakukan pada tahun 2008 dan
hingga September 2009, telah ditandatangani 39 KKS CBM.
Diharapkan pada tahun 2011, sudah dapat dihasilkan listrik dari CBM.
Sementara LNG dari CBM ditargetkan tercapai pada tahun 2014, kata
Evita.
CBM adalah gas alam dengan dominan gas
metana dan disertai sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon
dalam batu bara hasil dari beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama
seperti gas alam conventional yang kita kenal saat ini, namun
perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara sebagai source rock
dan reservoir-nya. Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun
sebagian ada yang bersumber dari batu bara, diproduksikan dari reservoir
pasir, gamping maupun rekahan batuan beku. Hal lain yang membedakan
keduanya adalah cara penambangannya di mana reservoir CBM harus
direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara
(sebagai reservoir) agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar
gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar
terjadi perubahan kesetimbangan mekanika.
Setelah tekanan turun, gas
batu bara akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian
akan mengalir melalui rekahan batu bara (cleat) dan akhirnya keluar
menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2 sampai 7
tahun. Sedangkan periode penurunan produksi (decline) lebih lambat dari
gas alam conventional.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Sudah Rela Berkunjung di Blog Agustinus.